Simfoni Laut Kreasi Waktu dan Garam
Rasa Kiâm-ke dan Karasumi
Penulis‧Chen Chun-fang Foto‧Lin Min-hsuan Penerjemah‧Maidin Hindrawan
April 2023
00:00
在沒有冰箱的時代,醃漬是食物保存的智慧,沿海地區的居民將新鮮海產以鹽巴醃存,只要一小片鹹「膎」(台語讀kê)就能吃下整碗飯,支應常民的簡樸生活。而在宴席、年節才有機會吃上一口的烏魚子,則是豐足的象徵。品嚐海鮮醃漬食,不僅是體驗海鮮經過時間與鹽的風味轉化,更是品賞時代文化的痕跡。
Pada zaman tanpa kulkas, pengasinan atau pengacaran adalah cara yang dipakai untuk mengawetkan makanan. Orang-orang yang tinggal di daerah pesisir mengasinkan makanan laut segar dengan garam, dan hanya satu potong makanan laut yang diasinkan (disebut sebagai “kiâm-kê” di Taiwan) sudah cukup menjadi lauk untuk menyantap semangkuk nasi, memenuhi kebutuhan hidup sederhana masyarakat biasa. Sedangkan telur mullet kering atau karasumi yang dulunya hanya dikonsumsi pada jamuan makan atau saat Tahun Baru Imlek, melambangkan kelimpahan. Menyantap makanan laut yang diasinkan bukan hanya sekedar menikmati transformasi rasa yang dihasilkan oleh waktu dan garam, tetapi juga mencicipi jejak budaya suatu era.
Setibanya di Distrik Annan Kota Tainan di pantai barat daya Taiwan, kami disambut oleh Tsai Teng-chin, Ketua Asosiasi Pengembangan Komunitas Lu’er yang selalu berkomitmen untuk mempromosikan budaya lokal, dan dibawa ke pasar untuk berbelanja dan mempersiapkan santapan kiâm-kê.
Saat ibu penjual dengan cekatan mengupas tiram, Tsai mengenang kembali memori makan kiâm-kê pada masa kanak-kanak. Tak peduli ikan kecil, udang, tiram maupun kepiting, semuanya dapat diasinkan. “Sepotong tiram yang diasinkan sudah cukup untuk dimakan dengan semangkuk besar bubur,” kata Tsai, berbicara dalam Bahasa Taiwan sambil berbagi pengalaman masa kecilnya. Meski tidak banyak daging pada ikan atau udang kecil, kombinasi makanan laut dan garam dalam jumlah besar sudah cukup untuk merangsang nafsu makan dan membumbui semangkuk besar bubur nasi.
Pesisir barat daya Taiwan dikenal sebagai Tanah Garam. Karena lingkungan yang terus berubah dari waktu ke waktu, sebagian besar kehidupan penduduk setempat bergantung pada menangkap ikan, budidaya ikan, dan menjemur garam. (Foto: Jimmy Lin)
Zhuang bersaudara memprakarsai teknik pengeringan udara dingin, melalui pengontrolan kelembapan dan suhu, menghindari kontaminasi bakteri dan mengurangi jumlah garam yang dibutuhkan sebagai pengawet.
Produk Lokal dari Tanah Garam
Pakar budaya kuliner Taiwan Tseng Pin-tsang, yang juga seorang periset di Institute of Taiwan History di Academia Sinica mengatakan bahwa kiâm-kê adalah makanan bersejarah panjang. Sejak Dinasti Ming dan Qing, penduduk Provinsi Fujian dan Guangdong di Tiongkok serta pantai barat Taiwan sudah menggunakan cara pengasinan untuk mengawetkan makanan laut melalui fermentasi dan dibuat menjadi saus kê-tsiap. Saat mengadakan riset tentang keluarga bangsawan Taiwan dari Dinasti Qing, Tseng menemukan bukti konsumsi kiâm-kê dalam pembukuan keuangan Keluarga Lin di Wufeng, Taichung, tercatat dengan jelas tentang pembelian tiram, siput laut dan ikan haring yang diasinkan.
Meskipun masyarakat di seluruh pelosok Taiwan memiliki pengalaman menyantap Kiâm-kê, Tseng Pin-tsang lebih lanjut menyampaikan, bagi warga pesisir barat daya, produk makanan yang diasinkan menjadi bagian penting dalam pola makan sehari-hari.
Daerah sekitar pantai barat daya Taiwan dulu adalah lokasi Laguna Neijiang dan Daofeng, yang kaya akan gosong pasir, hutan bakau serta sungai yang sering berubah arah dan meluap dari tepiannya. Sehubungan dengan perubahan lingkungan, tanah yang sering kali kandungan kadar garamnya tinggi, ditambah lagi dengan pasir yang tertiup angin musim dingin, yang mana kondisinya tidak menguntungkan bagi pertanian sehingga kebanyakan kehidupan penduduk bergantung pada penangkapan ikan, budidaya ikan dan penjemuran garam.
Dengan adanya sumber daya akuatik yang melimpah di laguna dan perkembangan industri penjemuran garam, perempuan dan anak-anak setempat mengumpulkan ikan, udang, siput, tiram dan kepiting di zona intertidal, menggunakan garam untuk pengasinan menjadi saus kê-tsiap. Dengan penyimpanan yang lama, maka tidak hanya dapat dimakan sendiri, juga mudah untuk didistribusikan ke tempat lain untuk dijual. Untuk itu, bagi warga pesisir barat daya, kiâm-kê adalah elemen penting dalam budaya kuliner lokal.
Perempuan dan anak-anak mengumpulkan berbagai jenis makanan laut termasuk ikan, udang, kepiting, siput, dan kerang, dan mengasinkannya dengan garam untuk membuat saus kê-tsiap yang lezat. Bagi penduduk Tanah Garam, ini adalah unsur budaya kuliner lokal paling khas.
Dari Kiâm-kê Menjadi Saus Tomat
Tsai Teng-chin mendemonstrasikan proses pengasinan tiram. Terlebih dahulu tiram segar digosok dengan sedikit garam, lantas dibilas berkali-kali hingga air menjadi jernih, lalu ditiriskan, kemudian ditambahkan garam serta jahe. Setelah itu, disegel dalam toples untuk difermentasi selama tiga hingga tujuh hari dan tiram yang diasingkan akan siap untuk dimakan, rasanya sedikit asin sedikit manis, sangat cocok dikonsumsi dengan nasi.
Cairan hasil proses pengasinan makanan laut dapat digunakan sebagai saus penambah cita rasa makanan, hampir serupa dengan saus ikan yang sering ditemukan di negara-negara Asia Tenggara. Kini, kiâm-kê tradisional sebagian besar telah menghilang dari kehidupan sehari-hari orang Taiwan, tetapi tidak banyak orang yang tahu bahwa makanan ini telah memunculkan sebuah fenomena global yaitu saus tomat.
Menurut penelitian profesor linguistik di Stanford University, Dan Jurafsky, warga di pantai selatan Tiongkok menggunakan garam untuk mengasinkan ikan segar dan membuatnya menjadi saus ikan sejak abad ke-5 Masehi, disebut sebagai “kê-tsiap”, dilafalkan “ke-tchup” di mana “ke” adalah ikan yang diasinkan dan “tchup” adalah sausnya. Pada abad ke-17, orang Eropa membawa saus ikan ke Asia Tenggara kembali ke negara asalnya, dan akhirnya semua metode pembuatan saus melalui proses seperti ini disebut sebagai “ketchup”. Setelah tersebar ke Eropa, tomat juga diasamkan menjadi saus, dan arti kata “ketchup” berangsur-angsur berubah menjadi saus yang tidak lagi terbuat dari makanan laut, melainkan saus tomat yang dikenal saat ini.
Ketua Asosiasi Pengembangan Komunitas Lu'er, Tsai Teng-chin, mendemonstrasikan cara membuat kiam-kê tiram, dan berbagi cita rasa masa kecil.
Rahasia Kelezatan Karasumi
Telur mullet kering atau karasumi adalah makanan diasinkan lainnya dengan sejarah panjang. Penangkapan ikan mullet dan produksi telur mullet kering berkembang pesat di Taiwan pada zaman Dinasti Ming. Pada masa penjajahan Belanda bahkan dikenakan pajak bagi kapal yang datang ke Taiwan untuk menangkap ikan mullet. Dari sini dapat terlihat jelas manfaat ekonomi yang dihasilkan olehnya.
Di bawah pemerintahan Jepang, teknik pengolahan telur mullet terus ditingkatkan. Bahkan saat ini, karasumi masih menjadi hadiah berharga di Tahun Baru Imlek dan merupakan perwakilan produk makanan laut dari Taiwan. Untuk mengintip rahasianya, kami datang ke salah satu daerah penghasil telur ikan mullet terkemuka di Taiwan, yakni Desa Kouhu di Kabupaten Yunlin, untuk mengunjungi dua bersaudara Zhuang Guo-xian dan Zhuang Guo-sheng, yang telah memenangkan hadiah utama dalam kompetisi nasional karasumi selama empat tahun berturut-turut.
Barisan karasumi berwarna oranye bening sedang dikeringkan di bawah sinar matahari di luar pabrik pengolahan, mengeluarkan aroma laut yang segar saat angin laut bertiup di atasnya. Kunci aromanya terletak pada kenyataan bahwa sebelum ikan mullet dikeluarkan dari kolam budidaya, Zhuang Guo-xian akan memotongnya dengan pisau untuk mengeluarkan darahnya. Setelah dikeluarkan dari kolam, ikan segera diangkut dengan transportasi bersuhu rendah ke pabrik pengolahan untuk mempreservasi kesegarannya. Tim ekstraksi telur yang dibentuk oleh warga lokal membagi dirinya menjadi kelompok beranggotakan tiga orang untuk memanen telur. Mereka beraksi dengan gesit, satu orang membelah perut ikan, yang kedua memisahkan telur dari daging ikan dan satu lagi mengambil telurnya.
Selanjutnya, darah yang masih tersisa di pembuluh darah dan jaringan mukosa yang tidak diinginkan harus dikerok dari telur dengan tangan, diteruskan dengan proses pembekuan selama beberapa hari untuk meningkatkan ketahanan selaput lendir di permukaan.
Penjemuran telur ikan mullet oleh keluarga nelayan merupakan bagian dari pemandangan memesona di pantai barat Taiwan.
Kiâm-kê tiram yang telah disegel dan terfermentasi dalam toples selama tiga sampai tujuh hari dapat disantap langsung dari wadahnya. Rasanya sedikit asin sedikit manis, sangat cocok dikonsumsi dengan nasi.
Segar, harum, dan kenyal saat digigit,telur mullet kering dapat diiris dan langsung dimakan,atau digunakan sebagai bahan untuk berbagai masakan lain.
Karasumi Berkualitas Premium
Zhuang bersaudara bersikeras mengadopsi metode akuakultur ramah lingkungan, dan tidak menggunakan bahan tambahan apa pun saat memproduksi telur mullet kering. Mereka kemudian memprakarsai teknik pengeringan udara dingin untuk mempersingkat waktu penjemuran, menghindari kontaminasi bakteri, dan mengurangi jumlah garam yang dibutuhkan sebagai pengawet dibandingkan dengan metode tradisional, sehingga telur mullet kering dapat memenuhi permintaan kontemporer akan kandungan natrium yang rendah dalam makanan.
Kami menyaksikan Zhuang Guo-xian memasukkan telur ke dalam baskom berisi garam yang dicampur dengan minuman keras kaoliang dari Kinmen. Setelah digarami, telur diserahkan kepada Zhuang Guo-sheng, yang meletakkannya di atas papan kayu. Selanjutnya balokan beton ditempatkan di atas untuk memeras cairan agar garam meresap secara merata ke dalam telur. Setelah melalui waktu tertentu, garam harus dicuci, lantas telur ditempatkan di luar ruangan dengan angin laut dan sinar matahari.
Sambil dibalik-balik, telur-telur tersebut harus diperiksa satu per satu, setiap robekan pada kulitnya harus ditutup dengan selubung yang terbuat dari usus babi, posisinya pun disesuaikan untuk meratakan perbedaan ketebalan antara semua telur di atas papan. Setelah dijemur seharian, telur mullet ditempatkan di ruang pengering udara dingin agar kandungan airnya bisa terus dikeluarkan. Layaknya merawat anak kecil, kedua saudara memeriksa prosesnya beberapa kali setiap hari. Jika waktu yang diperlukan untuk membesarkan benih mullet menjadi ikan dewasa yang mampu menghasilkan telur juga diperhitungkan, maka seluruh proses produksi telur mullet kering setidaknya memakan waktu dua hingga tiga tahun. Kolam perlu diperiksa berkali-kali setiap hari dan ikan diperlakukan dengan perawatan khusus hingga akhirnya dapat dipanen telurnya. Saat inilah kita memahami betapa rumitnya proses pembuatan telur mullet kering. Tidak heran mengapa Zhuang Guo-xian dengan bangga mengatakan bahwa prosedur pembuatan karasumi sebanding dengan tas mewah buatan tangan.
Pencarian Aroma Tanpa Akhir
Ada banyak cara untuk menikmati karasumi, termasuk menggorengnya dengan minyak, memanggangnya di atas api, dan memakainya sebagai bahan untuk nasi goreng atau pasta Italia. Beberapa tahun terakhir, ada tren memotong karasumi menjadi irisan dan mengapitnya di antara potongan-potongan buah dan sayuran berair seperti pir, apel atau singkong. Zhuang Guo-xian berbagi metode favoritnya sendiri saat makan karasumi, yaitu menaburkan minuman keras kaoliang di atasnya, memanggangnya dengan spray gas api, dan terakhir diiris untuk dimakan. Dengan cara ini bagian luarnya renyah tapi bagian dalamnya kenyal, dan melalui setiap gigitan, mulut akan dipenuhi dengan aroma dan lemak ikan segar.
Setiap kali membicarakan telur mullet, pasti ada perdebatan apakah mullet liar atau budidaya yang menghasilkan telur lebih baik, padahal masing-masing jenis memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri. Direktur Asosiasi Seni Kuliner Taiwan, Hsu Zong, yang telah lama mempelajari cita rasa bahan makanan, menunjukkan bahwa mullet liar yang hidup di laut adalah omnivora, maka ada variasi rasa yang kaya dalam telur mereka. Namun, karena teknik budidaya telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, telur mullet budidaya semakin mendapat perhatian positif.
Hsu mengajukan tiga alasan untuk ini. Pertama, teknik pengeluaran darah menghasilkan telur dengan warna dan kilau yang indah. Kedua, di tengah tren dalam beberapa tahun terakhir untuk mengurangi penggunaan garam, pakan yang diberikan kepada mullet budidaya dan waktu dikeluarkan dari kolam terus disesuaikan, bersamaan dengan penelitian tentang bagaimana menerapkan garam secara tepat, sehingga menghasilkan telur kaya lemak yang dapat mewujudkan rasa terbaiknya. Ketiga, kerja sama antara pelaku usaha dan akademisi untuk meningkatkan teknik dan teknologi pembudidayaan mullet. Misalnya, Zhuang Guo-xian berkoordinasi dengan Ketua Departemen Akuakultur di National Kaohsiung University of Science and Technology, Cheng Ann-chang, dalam menggunakan bakteri fotosintetik untuk meningkatkan ekologi kolam ikan dan mengurangi risiko budidaya mullet, menarik lebih banyak orang dan investasi ke dalam industri dan memajukan keahlian mullet di Taiwan.
Hsu Zong selalu terkejut melihat evolusi karasumi di Taiwan, yang telah mengilhaminya untuk mencoba berbagai macam variasi selera. Ia memadukan karasumi dengan apel varietas “Megumi”, dengan bawang hijau produksi dari daerah berlainan, dan dengan gin yang dibumbui dengan bahan-bahan lokal, untuk menemukan kombinasi paling sesuai yang kontras dengan aroma memesona telur mullet sendiri. Seperti apa yang Hsu katakan, “Tidak ada titik akhir dalam pencarian kesempurnaan. Sebaliknya, pikirkanlah cara pengamatan baru yang menarik.”
1. Pengasinan dengan garam
2. Pemerasan
3. Pembersihan
4. Pengeringan udara