Pada liburan musim panas 2015, di bawah terik panas matahari, kelima anak berusia 12 tahun dari Sekolah Dasar (SD) Pei Cheng turun ke sawah untuk memasang penyangga perekam video. Pandangan mereka terfokus pada gambar di depan kamera yang tengah merekam keindahan kampung halamannya.
Saat kamera membidik secara perlahan dengan harapan dapat merekam pemandangan sawah pertanian yang terbentang luas, namun malah hanya terlihat satu demi satu rumah petani, yang mengisi lahan, yang seharusnya difungsikan untuk bercocok tanam. Tak sedikit juga lahan yang terlihat dibiarkan tandus begitu saja.
Fenomena yang tak asing lagi bagi anak-anak, hanya saja mereka tidak berkesempatan untuk memahaminya lebih dalam.
Studi literasi media di Timur Taiwan
Berkat dukungan pemerintah Kabupaten Yilan selama ini, SD Pei Cheng adalah satu-satunya sekolah di bagian Timur Taiwan yang memiliki sarana “Pusat literasi media”, menyediakan ruang studio kecil bagi pelajar tingkat SMP atau SMA untuk menunjuang kegiatan ekstrakurikuler bidang jurnalistik, dengan lokasi pengambilan gambar yang sering dilakukan di luar sekolah.
Tim pengajar membentuk studio kecil menjadi "Stasiun TV Pei Cheng", serta melibatkan para guru dalam program pelatihan, sehingga melalui proses produksi media diharapkan para siswa dapat belajar mengekspresikan pendapat dan mengorganisasi pola pikir mereka.
Sejak tahun 2010, Li Yi-luen, guru sekaligus pecinta hobi fotografi, bersama beberapa guru wali kelas merancang perluasan program pembelajaran pembuatan video variatif, dengan mengundang pengajar dari luar sekolah dan wartawan lokal untuk memberikan pelatihan serta mendampingi tugas meliput para siswa di berbagai tempat.
Saat berbagi informasi berkenaan dengan bentuk kategori film dokumenter, fotografer lokal Yilan, Lin Ming-ren menunjukkan koleksi hasil karyanya berupa foto dokumentasi dari udara selama kurun waktu 20 tahun terakhir. Ini menjadi bukti nyata bagi para siswa melihat perubahan di kampung halaman mereka. Murid-murid aktif melontarkan pertanyaan terkait bertambahnya pembangunan rumah petani. Menanggapi pertanyaan mereka, Li Yi-luen mengajak mereka menghadiri simposium edukasi khusus pangan dan pertanian. 2 petani muda yang telah berupaya keras menjaga lahan pertanian Yilan, diundang dalam simposium tersebut untuk berbagi cerita dan mengetuk hasrat para siswa agar dapat mengeksplorasi lebih jauh.
"Usai seminar, anak-anak terhenyak, terlebih-lebih banyaknya pemberitaan berkenaan dengan perdebatan peraturan pemerintah tentang bangunan rumah petani di tahun lalu. Saya menyarankan mereka dapat mendiskusikan topik ini dengan orang tua mereka, menuangkan kesan mereka dalam bentuk tulisan tentang masalah pemanfaatan lahan kampung halaman. Hanya saja dalam kesehariannya, mereka tidak berkesempatan untuk mengekspresikan pandangannya", ujar Li Yi-luen, yang lahir dan tinggal di kabupaten Yilan.
Li Yi-luen mengajak mereka mendaftarkan diri dalam program pembuatan film bertajuk "Problematika pembangunan rumah petani di lahan kampung halaman". 5 pelajar segera mengutarakan kesediaannya dan terbentuklah tim kecil produksi film.
Biarkan anak-anak dengan “Sawah Berlimpah”
Saat memulai pengambilan video yang bertepatan dengan musim panen, ladang di jalan Brown, kabupaten Yilan, tampak bagai gulungan ombak bulir padi yang menguning. Sang guru mengajak anak-anak mengamati pemandangan lautan padi terlebih dahulu sembari menantikan munculnya ide baru untuk bahan skenario film. "Berbagai ide pembahasan terlontar untuk bahan diskusi tim kecil produksi film, termasuk topik pemberitaan aturan pemerintah tentang rumah petani di lahan pertanian. Anak-anak juga turun langsung ke sawah memotong padi, menghimpun ide-ide yang akan dituangkan dalam sinopsis film dengan cara memperbanyak pengalaman masing-masing," ungkap Li Yi-luen, takkala mengingat awal mula proses diskusi topik yang berlangsung lama dan ide-ide cemerlang yang disampaikan oleh anak-anak.
Dua karakter Mandarin "٪ذ" (baca Tien, artinya sawah) dan ":!" (baca Man, artinya berlimpah) diadopsi menjadi judul film dokumentasi pendek. Karakter "٪ذ" homonim dengan karakter "٦ّ" (baca Tien, artinya mengisi), sehingga bermakna “Mengisi hingga sawah berlimpah ruah”, dan turut bermakna implisit tentang “Kebahagiaan sempurna”.
Tim kecil produksi film beranggapan, karater "٪ذ" memiliki simbol sekelompok orang yang hidup rukun, bergandeng tangan dan bercocok tanam dalam petak sawah, mulai dari hamparan hijau benih padi hingga tumbuh menjadi lautan bulir padi yang padat menguning. Sebuah potret kehidupan yang indah, penuh dengan kebahagiaan bagi kawanan burung, serangga hingga manusia.
Perspektif nyata perasaan anak-anak
Salah satu anggota tim yang berperawakan bongsor, Tsai Chen-wei, mengajukan diri sebagai sutradara yang harus menghadapi berbagai rintangan bahkan sempat membuatnya frustasi. Saat menghadapi kendala, anggota tim lainnya meminta Tsai Chen-wei untuk mencari solusi penyelesaian. Sang guru juga meminta pertanggungjawaban Tsai Chen-wei berkenaan dengan kesulitan apapun yang terjadi saat proses pengambilan video. "Guru tidak seharusnya terlibat lebih jauh, karena hanya akan menenggelamkan ide pikiran mereka. Semua bergantung kepada sutradara, yang memang memiliki beban pekerjaan terberat”, jelas Li Yi-luen.
Tsai Chen-wei mengaku gugup saat pertama kali disapa sebagai "Sutradara Tsai" di usia 12 tahun, "Jujur, tidak terlintas dalam pikiranku untuk dapat menyelesaikan karya ini. Yang paling berkesan adalah beberapa petani muda berusia 20-30 tahunan, yang memilih kembali ke desa mempertahankan fungsi lahan pertanian dan membantu para petani lokal tua, sementara pemuda lain telah merantau ke luar untuk mencari nafkah. Ini adalah hal yang sangat tidak mudah."
Di sisi lain, anggota tim produksi film berperan sebagai objektivitas jurnalistik. Huang Chun-chieh membujuk agar ibunya dapat meminta kerabat keluarga, selaku pemilik rumah petani, untuk dapat menerima wawancara liputan mereka, yang dilakukan dengan tegas dan matang. Huang menyebutkan, “Berkat pengalaman ini, kini saat menemukan masalah, maka dirinya akan mencari tahu akar permasalahan dan kemampuan pola pikir mandiri saya pun banyak mengalami kemajuan."
Untuk menyediakan akses perlengkapan yang lebih baik, tak jarang sang guru juga merogoh kocek pribadi untuk membeli peralatan fotografi. Sang guru bahkan mengajarkan proses pengambilan film dari atas langit.
Paduan animasi gerak-henti, musik dan syuting dari udara
Lin You-rung, siswi yang bertugas untuk mengoperasikan kamera pesawat drone, merasa tertekan saat proses syuting film. Lin You-rung mengatakan, "Di akhir film tersebut ada bagian cuplikan yang menampilkan drone terjatuh. Saya yang mengoperasikan drone, sempat ketakutan dan berkeringat dingin saat pesawat drone terbang miring, jatuh di sawah dan menabrak tanah berlumpur. Untung saja mesin tidak rusak". Walau Lin You-rung sempat menonton film dokumentasi Beyond Beauty: Taiwan from Above, namun dirinya belum memiliki bayangan betapa sulitnya mengoperasikan pesawat drone, hingga mencobanya sendiri.
Selaku direktur sinematografi, Tseng Chieh-ling yang tidak berpengalaman dalam bidang ini mengatakan bahwa film dokumentasi tidak semestinya menunjukkan suatu sudut pandang, melainkan menampilkan kenyataan untuk mengaktifkan masyarakat dalam beropini. Tseng Chieh-ling mengatakan, "Walaupun keluargaku tidak ada yang bercocok tanam, namun juga dapat merasakan ketidak-berdayaan para petani".
Tseng Chieh-ling yang menguasai alat musik petik tradisional, Liuqin (atau mandolin Tiongkok), mengadopsi alunan musik instrumental berjudul "Diu Diu Tong" (artinya suara rintik hujan) dalam film tersebut. Ia mengaku gugup saat melakukan kesalahan, sehingga rekaman musik harus dilakukan berulang kali. Iringan musik bernuansa tradisional, membangkitkan kembali nostalgia kehidupan pedesaan dan mengharukan para penonton. Orang tua Tseng Chieh-ling juga merasa kagum atas semangat mereka.
Bagian akhir dari film "Sawah Berlimpah", kegembiraan anak-anak dengan tampilan animasi gerak-henti dengan konsep yang santai sebagai penutup, mengakhiri topik pembicaraan pembangunan rumah petani yang cukup serius tersebut. Walau bagian akhir film hanya berdurasi 1 menit lebih, namun Huang Shu-fan menghabiskan banyak waktu untuk menyelesaikan editannya. Proses pembuatan film yang turut menguji kesabaran, karena gambar yang tampil setiap detik, minimal memerlukan pengambilan gambar lebih dari 8 kali. Huang Shu-fan bahkan hingga mengorbankan waktu tidur dan bekerja lembur untuk menyelesaikan tanggung jawabnya.
Episode 2 siap diluncurkan
Sama halnya dengan Huang Shu-fan, anggota lainnya juga melemparkan ide-ide yang kreatif. Sang guru turut memberikan dukungan dalam bereksperimen. Walau dalam kerja sama tim pasti terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat, namun hal ini menjadi kesempatan untuk belajar berkomunikasi dan mengutarakan pendapat. Dengan saling "Berdebat", tanpa melukai perasaan orang lain, juga untuk menciptakan karya lanjutan kedua.
"Untuk karya kedua diharapkan dapat merekam proses pembajakan sawah sepenuhnya di musim semi, termasuk liputan Mantan Kepala Divisi Pertanian Kabupaten Yilan, Yang Wen-chuan saat berkunjung ke Yilan dan memberikan aspirasi bagi para petani", cetus Tsai Chen-wei tentang rencana pembuatan film berikutnya.
Usai pembuatan film "Sawah Berlimpah", pelajar di SD Pei Cheng mulai menggemari aktivitas pembuatan film. Hingga kini terdapat 2 kelas, yang terbagi menjadi 9 tim, dengan harapan dapat menyelesaikan produksi film sebelum tamat sekolah, termasuk video promosi kegiatan amal Yayasan Gabungan Kesejahteraan Sosial Kabupaten Yilan.
Pihak sekolah berencana untuk menayangkan pameran film karya siswa untuk umum, sehari sebelum upacara kelulusan siswa.
Sinematografi telah mengakar dalam pendidikan, selaini semakin menguat dan tersebar di seluruh pelosok Taiwan, juga menjadikan anak-anak berusia 12 tahun berkesempatan mengungkapkan pandangan mereka terhadap kampung halamannya. Film dokumenter ini mungkin akan mengugah kesadaran manusia akan indahnya kampung halaman yang selalu kita rindukan.