Dialog Koleksi Seabad Asia Tenggara dan Orang Kampung Halaman
Museum Taiwan mempromosikan proyek “Duta Layanan Pemandu Imigran Baru” pada tahun 2015, merekrut imigran baru Asia Tenggara untuk menjadi pemandu museum, memberikan pelayanan dalam berbagai bahasa, selain itu Museum Taiwan juga merencanakan berbagai kegiatan kultural seperti kegiatan pemahaman budaya negara asal imigran Asia Tenggara, kelas edukasi dan lainnya sehingga para pekerja migran dapat sepenuhnya menampilkan kekhasan budaya mereka, serta mengimplementasikan hak kesetaraan dan aksesibilitas budaya di museum.
Emily Yuan Hsu-wen selaku orang yang menangani proyek tersebut mengemukakan, sejak tahun 2016 grup pertunjukan “Singo Barong Taiwan” yang dibentuk oleh para pekerja migran Indonesia, sudah beberapa kali menampilkan pertunjukan tarian tradisional Indonesia “Reog Ponorogo” dalam kegiatan seni budaya Dirgahayu Republik Indonesia yang diselenggarakan bersama di museum. Emily Yuan Hsu-wen menemukan kostum para penari serupa dengan beberapa koleksi yang ada di museum, dan ketika ia mengeluarkan foto koleksi tersebut, tidak disangka para pekerja migran merespons, “Ini merupakan barang-barang dari kampung halaman kami, budaya kami.” Pemerintah Indonesia telah mengajukan Reog Ponorogo sebagai warisan budaya tak benda kepada Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Objek ini membangun jembatan komunikasi antara museum dan pekerja migran Asia Tenggara, tidak saja memfasilitasi dialog antara koleksi Asia Tenggara yang berusia seabad dengan orang di kampung halaman mereka, bersamaan dengan waktu itu juga mengungkapkan “misteri” dari Keris, Wayang Klitik dan koleksi lainnya yang tersimpan di gudang museum.
Penduduk Imigran Baru dari Indonesia Ninik Wahyuni (kanan) meminjamkan kostum Reog Ponorogo anak-anak untuk dipamerkan di Museum Taiwan. (Foto: Jimmy Lin)