Revitalisasi Limbah Kain
Sebagai negara pemroduksi kain utama dunia, Taiwan juga telah mengalami pahit getir dari produksi massal. Ketika produksi terlalu banyak, tentu akan ada sejumlah besar stok kain, limbah kain, potongan kain, kain sampel, kain usang dan kain cacat yang menumpuk di gudang dan akhirnya dibuang. Produk-produk yang sulit tampil elegan ini kerap kali pada akhirnya dibuang.
Sesuai dengan konsep ekonomi sirkular, “bank kain” dengan menggunakan aplikasi desain menampilkan kembali kain-kain yang tidak menarik, mencari jalan keluar baru bagi limbah ini.
Bermarkas di pusat tekstil Tainan, Industrial Technology Research Institute (ITRI) bermitra dengan Foundation of Historic City Conservation and Regeneration (FHCCR) dan perusahaan lokal untuk mempromosikan platform online yang mengintegrasikan dunia virtual dan nyata. Platform ini menghubungkan konsumen dengan perusahaan-perusahaan yang sebagian besar adalah pembuat kain utama untuk merek-merek seperti Nike, Adidas, Victoria's Secret, Burberry dan lainnya. Selain terkoneksi melalui internet, sebuah toko juga telah dibuka di gedung yayasan, untuk menjual kain bekas pada masyarakat umum.
ITRI tidak sendirian dalam upaya ini. Kaulin Foundation, yang didirikan oleh pembuat mesin jahit industri terkemuka, menghasilkan limbah kain dengan jumlah besar dalam tahap pengujian produk, dan mulai mempromosikan “Proyek ReSew's”.
CEO Kaulin Foundation, Iris Lin membuka pintu sebuah gudang yang penuh berisi kardus-kardus limbah kain dari pembuat kain di berbagai pelosok Taiwan. Melalui penjalinan hubungan antara pabrikan dan desainer dalam beberapa tahun terakhir, Kaulin telah menjadi sebuah saluran daur ulang limbah kain.
Di salah satu pojok, dua potong pakaian tergantung di atas manekin baju. Perancang busana Joe Chan menciptakannya dengan menggunakan limbah kain, dan dengan bantuan Kaulin, produk karya ini tengah disiapkan untuk dikirim ke Las Vegas untuk mengikuti pameran bersama sembilan desainer Taiwan lain.
Joe Chan sejak dulu memang sangat menyukai pakaian bekas dan vintage. Banyak karya yang sudah ia hasilkan melalui desain dan penjahitan ulang pakaian bekas, ditampilkan kembali dalam gaya jalanan dan gaya netral yang merupakan keunggulannya. “Saat belajar di Paris, saya sering pergi ke toko pakaian bekas untuk menggali harta karun. Saat itu, saya melihat banyak pakaian bagus dijual dengan harga yang sangat murah, saya pun merasa pakaian itu sedang menangis,” tutur Joe Chan.
Meskipun pakaian yang dibuat dari limbah kain hanya mengontribusikan sebagian kecil dari pasar fesyen arus utama, “Selama satu dari sepuluh karya desainer dibuat dengan konsep ini, berarti ada kesadaran akan masalah ini, dan tujuan pendidikan pun tercapai.” Atas hal ini, Iris Lin sangat optimistis.
Eden Social Welfare Foundation bermitra dengan bank kain, mentransformasi limbah kain menjadi buku interaktif untuk membantu anak-anak cacat berlatih tugas-tugas rutin seperti menarik ritsleting (zipper) dan mengikat tali sepatu.
Eden Social Welfare Foundation bermitra dengan bank kain, mentransformasi limbah kain menjadi buku interaktif untuk membantu anak-anak cacat berlatih tugas-tugas rutin seperti menarik ritsleting (zipper) dan mengikat tali sepatu.
Eden Social Welfare Foundation bermitra dengan bank kain, mentransformasi limbah kain menjadi buku interaktif untuk membantu anak-anak cacat berlatih tugas-tugas rutin seperti menarik ritsleting (zipper) dan mengikat tali sepatu.
Daftar online untuk penjualan kain bekas mencakup detail seperti spesifikasi teknis dan sumber pabrikan, untuk membantu desainer dalam memutuskan pembelian.
Kaulin Foundation menggunakan limbah kain untuk menstimulasi kreativitas desainer. CEO Iris Lin (kanan) dan perancang busana Joe Chan (kiri) bersiap mengirimkan pakaian di atas manekin untuk mengikuti pameran di luar negeri.
Mesin jahit 12-jarum ini biasanya digunakan untuk menjahit elastik, tapi melalui penggunaan keragaman warna dan cara jahit berlainan, seorang desainer dapat menciptakan pola dekoratif yang indah.