
林之助,一生致力膠彩畫發展,被譽為「台灣膠彩畫之父」;吳濁流,創辦《台灣文藝》雜誌與吳濁流文學獎,至今仍鼓勵後起之秀;蕭如松,台灣近代水彩畫家,培育無數學子走上藝術之路。走訪故居,感受名家生活、創作、教學點滴。
Lin Chih-chu, "Bapak Pelukis Nihonga Taiwan", karir seumur hidupnya hanya untuk mengembangkan lukisan Nihonga atau lukisan gaya Jepang. Wu Xhuoliu pendiri majalah "Sastra dan Seni Taiwan" dan Penghargaan Sastra Wu Zhuo-liu, hingga kini masih giat menggali bakat-bakat generasi baru. Xiao Ru-song pelukis cat air Taiwan, membimbing banyak pelajar meniti karir dalam bidang seni. Mari menapak tilas rumah tua peninggalan mereka, rasakan kembali alur derap kehidupan, kreativitas dan ilmu pengajaran mereka.
Taichung‧Memorial House Pelukis Lin Chih-chu.
Studio berpagar bambu,pusat segala keindahan
Rumah kayu berarsitek Jepang semakin menawan tertimpa sinar mentari yang cerah dan bayang-bayang pepohonan hijau. Bagaikan oasis di tengah hiruk pikuk keramaian kota. Memorial House Lin Chi-chu yang terletak di pinggir sungai Liuchuan Taichung, semula adalah tempat kediaman Lin Chih-chu (1917-2008), asrama yang disediakan oleh Sekolah IKIP Taichung (sekarang menjadi Universitas Nasional Pendidikan Taichung). Tempat di mana Lin Chih-chu telah menghabiskan waktunya untuk melukis dan mengajar selama lebih dari 30 tahun.
Berasal dari keluarga berada di Taichung, Lin Chih-chu disekolahkan ke Jepang saat berusia 12 tahun. Ia kemudian belajar melukis di Tokyo University of the Arts yang ternama sekarang ini. Saat berusia 24 tahun, karyanya “Pagi yang sejuk” mampu masuk dalam seleksi pameran Imperial Jepang. Lin meraih banyak penghargaan dari dunia seni lukis Taiwan maupun Jepang sepanjang masa karirnya. Lukisan Nihonga yang digelutinya, di masa lalu dikategorikan sebagai Lukisan Toyoga. Agar menjadi aliran yang berbeda di Taiwan dan berpisah dari lukisan kaligrafi Tiongkok, maka Nihonga termasuk kategori 2 dalam klasifikasi Lukisan kaligrafi nasional. Karena pertimbangan politik maka pada Pasca PD II gaya lukisannya sempat dihapus dari daftar jenis lukisan yang diperbolehkan turut serta dalam pameran nasional. Lin Chih-chu berjuang tanpa kenal lelah, guna mengembalikan nama lukisan gaya Nihonga ke dalam daftar resmi agar dapat terus berkembang dan menyemarakkan dunia seni rupa Taiwan. Perjuangan jangka panjang ini pun menuai gelar indah sebagai “Bapak Lukisan Nihonga Taiwan”.
Lin Chih-chu kembali ke Taiwan usai PD II berakhir dan mengajar di Sekolah IKIP Taichung. Ia tinggal di asrama sekolah di pinggir sungai Liuchuan. Huang Wey-jeng, kurator Memorial House Lin Chih-chu menuturkan, renovasi tempat kediaman lama tersebut sedapat mungkin mempertahankan rancangan aslinya, dengan mengamati secara cermat konstruksi bangunan, makna budaya dan simbol rancangan yang tercurahkan di dalamnya, misalnya gambar di pintu besar Memorial House, yang diambil dari rancangan original plafon Lin.
Studio kamar lukis Lin Chih-chu menjadi pusat perhatian dari keseluruhan Memorial House, dimana sebidang tembok dipenuhi oleh rak berisi botol-botol pigmen pewarna bak berdaya sihir. Tampak kuas-kuasnya terletak utuh di atas meja dan wadah tanah liat untuk memasak lem sebagai media pemoles pigmen pewarna ke atas lukisannya, bahkan lukisan terakhir yang belum diselesaikannya masih ada di sudut ruangan.
Seminar kesenian juga digelar secara tidak berkala di Memorial House, misalnya penayangan cerita riwayat hidup Lin Chih-chu yang terpadu dengan pagelaran musik atau dengan mengundang para pakar ahli untuk mendiskusikan sastra Taichung. Diharapkan semangat seni Lin Chih-chu mampu mendekatkan hati masyarakat dengan seni budaya.
Hsinchu‧Rumah Tua Sastrawan Wu Zhuo-liu
Satu hati, satu semangat galakkan dunia sastra.
Rumah tua Wu Zhuo-liu (1900-1976) di desa Xinpu Hsinchu merupakan rumah tradisonal sanheyuan yaitu rangkaian tiga perumahan batu bata yang membentuk huruf U menghadap ke arah sawah di depan. Rumah tuanya dinamakan sebagai “Zhide Tang”, yang juga menjadi tempat persemayaman leluhur keluarga Wu. Wu Zhuo-liu adalah generasi ke 5 sejak nenek moyangnya datang ke Taiwan untuk berladang. Rumah tua sanheyuan yang pertama kali dibangun pada tahun 1840, telah mengalami renovasi berkali-kali sebelum restorasi final pada 2009 yang kemudian dibuka untuk umum, dan kini dikelola oleh anak keponakannya bernama Wu Zai-yao, anggota keluarga Wu generasi ke 7.
Masa kecil dan remaja Wu Zhuliu dilalui di rumah tuanya ini, bersama kakeknya Wu Fangxin, seorang penulis puisi. Ia tinggal di sebuah rumah kecil yang terletak paling depan di sayap kanan perumahan sanheyuan. Wu Zai-yao terkenang pada pamannya takkala ia pulang sekolah naik bus, melintasi jembatan Xinpu, dalam keheningan suasana bus yang penuh penumpang, tiba-tiba terdengar orang melantunkan puisi tentang keindahan alam. Ternyata adalah Wu Zhuo-liu, pamannya yang duduk satu bus dengannya. Pesona jembatan Xinpu mampu dituangkan dalam puisi spontan yang mampu membuat orang terlena.
Selain mengajar di beberapa sekolah di Hsinchu dan Miaoli, Wu Zhuo-liu saat PD II juga pernah menjadi wartawan yang ditugaskan di Nanjing Tiongkok. Ia mengalami masa penjajahan Jepang, masa restorasi Taiwan, insiden 28 Februari, dan menuliskan banyak buku cerita yang berbau realisme sosial dan kritik. Karya tulisnya seperti “ Bulan Air”, “Anak Yatim Piatu Asia”, “Buah Ara”, “Forsythia Taiwan”, menuturkan keluh kesah perasaan orang Taiwan yang tanpa asal usul terombang-ambing di masa itu.
Wu membentuk majalah “Sastra dan Seni Taiwan” pada 1964, berhasil menelurkan banyak tokoh penulis kenamaan seperti Chung Chao-cheng, Qideng Sheng dan Huang Chun-ming. Dengan uang pensiunnya, Wu meluncurkan Penghargaan Wu Zhuo-liu untuk karya Sastra pada tahun 1969, yang hingga kini masih tetap memberikan dorongan semangat kepada penulis muda Taiwan. Tahun 1976, timbul niat untuk merombak rumah tua keluarganya menjadi Gedung Materi sastra Taiwan. Wu Zai-yao masih teringat akan kegembiraan Wu Zhuo-liu saat menceritakan rencananya. Namun sangat disayangkan, Wu Zhuo-liu meninggal dunia karena sakit di bulan Oktober tahun yang sama, dengan meninggalkan rak buku yang masih kosong belum terisi di rumah tuanya.
Mungkin karena rasa antusias besar untuk menggalakkan dunia sastra, Wu Zhai-yao yang berusia 78 tahun tetap menangani rumah tua tanpa dibayar. Wu Zhai-yao mengatakan, dengan senang hati menantikan penyelenggaraan pameran dan kegiatan di sana, agar lebih banyak orang tahu keberadaan Wu Zhuo-liu yang berdedikasi tinggi bagi dunia sastra Taiwan.
Hsinchu‧Taman Kesenian Xiao Ru-song
Sang pembangun matahari dari tidurnya.
Taman Kesenian Xiao Ru-song yang terletak di desa Zhudong Hsinchu, dalam lahan seluas 2000 m², dibangun 5 bangunan asrama model Jepang, masing-masing adalah Gusongchu, Songhualu, Songhelu, Songxianglu dan Songyentang. Di antaranya Gusongchu berarti “Tempat Tinggal Pinus Tua” adalah tempat tinggal pelukis cat air piawai Taiwan Xiao Ru-song.
Xiao Ru-song menghabiskan sebagian besar masa hidupnya di rumah yang ditempati sejak 1946 hingga kematiannya pada 1992. Rumahnya yang bernama Gusongchu “Rumah Pinus Tua” masih dipertahankan seperti sedia kala, berperabot sederhana, di atas meja masih terlihat krayon yang sudah sangat pendek, menggugah hati manusia dengan sikap hidupnya yang serba sederhana.
Xiao Ru-song telah mengajar lebih dari 40 tahun di daerah Hsinchu, dan mengabdikan hidupnya untuk pendidikan senirupa dan melukis. Bangun pukul 5 pagi, kemudian berjalan kaki ke sekolah di atas jalan yang sama dan tiba di sekolah tepat pada pukul 7. Sehingga ia mendapatkan julukan “Sang pembangun matahari dari tidurnya”. Xiao sangat tertib dalam berbagai bidang, mulai dari kebersihan kelas hingga letak pensil berwarna dan kertas gambar di atas meja, cara meletakkan cat air, dimana semua ada urutannya. “Bapak guru Xiao tidak hanya mengajarkan tehnik menggambar, juga sekaligus bagaimana bersikap”, tutur mantan murid Xiao Ru-song, yaitu Zhang Zhe-ping, guru Kesenian di SMA Zhudong.
Selain bercitra guru yang keras, Xiao Ru-song adalah seorang bapak penuh cinta kasih yang sangat menyayangi anak dan para muridnya. Xiao Ru-song membangun sendiri kamar kecil di sisi rumah, hanya karena anaknya tidak berani ke toilet umum di tengah malam. Di dalam rumah tuanya, terlihat ada beberapa bungkus permen Jepang Konpeito. Walau Xiao yang hidup miskin, namun bersedia menghadiahi muridnya dengan permen yang mahal.
Songhualu “Pondok Lukisan Song” yang berada di samping rumah tua Gusongchu “Rumah Pinus Tua” memamerkan replika lukisannya. Xiao Ru-song yang tidak pernah sekolah di luar negeri, belajar otodidak tehnik lukisan Impresionisme, Fauvisme, Kubisme dan gaya lukisan barat lainnya. Ia juga mempelajari kaligrafi agar bisa mengontrol penyapuan kuas lebih halus lagi. Integrasi seni timur dan barat membuat karya lukisan Xiao lebih berkarakter. Kepiawaiannya dalam memberikan sinar dan warna, bentuk tembus pandang melalui kaca dan bentuk geometris untuk mewujudkan obyek lukisannya, menambahkan gaya modern dalam karya lukisannya.
Selain memamerkan karya dan kehidupan masa lalu Xiao Ru-song, Pondok Songhelu memamerkan karya unggul para seniman dalam negeri, sementara Pondok Songyen Songyentang secara tidak berkala mengadakan kegiatan seni budaya aneka ragam, kursus menggambar untuk ibu dan anak, rumah cerita, kursus menyanyi tembang Hakka dan kursus DIY ikat celup. Rencana di masa yang akan datang, akan mengundang para penulis membacakan puisi, mengadakan pagelaran festival budaya, menciptakan taman kesenian Xiao Ru-song yang kaya akan nuansa seni, sastra dan musik.