Lautan Luas, Dataran Hijau, Sungai Jernih, Hutan Rimbun
Wisata Sepeda Menjelajahi Yilan
Penulis‧Rina Liu Foto‧Chuang Kung-ju Penerjemah‧Yunus Hendry
Oktober 2024
“Milikilah sebuah sepeda, Anda tidak akan menyesalinya.” Kalimat ini berasal Mark Twain, seorang penulis Amerika Serikat, yang mengabdikan hidupnya untuk menulis tentang petualangan dan perjalanan. Saat ini, alat transportasi jauh lebih cepat dan lebih murah dibandingkan pada masa itu, akibatnya, orang-orang tampaknya terburu-buru untuk mencapai tempat tujuan, melupakan pemandangan dan suasana hati yang dapat dinikmati di sepanjang perjalanan. Kali ini, kami menggunakan kecepatan menggowes sepeda berkeliling Yilan dengan santai.
Jalan Tua Toucheng, Perpaduan Lama dan Baru
Kami memulai perjalanan dari “Jalan Touwei” (sekarang Jalan Heping), jalan pertama dalam sejarah perkembangan Toucheng, dan menjelajahi banyak bangunan tua yang tersembunyi di gang-gang berliku. Arsitektur di sini beragam, mulai dari gaya Minnan akhir Dinasti Qing, bangunan bata bergaya Barat dari pertengahan era pendudukan Jepang, hingga bangunan beton bertulang dari periode selanjutnya. Terutama deretan bangunan generasi pertama di Jalan Heping, meskipun bata di bagian kaki dinding teras dipenuhi lumut, tetapi tempat ini pada masa akhir Dinasti Qing adalah jalan tersibuk di “Kota Pertama Yilan”, yang dikenal sebagai Touwei, sebuah kota besar di tepi pantai.
Meninggalkan ujung Jalan Heping, Anda akan menemukan “Jalan Seni” dan “Jalan Sastra” yang tersembunyi di gang-gang sempit dan panjang. Di sini, para seniman dan pekerja kreatif melestarikan sejarah dan sastra Toucheng melalui seni kontemporer, memamerkan karya-karya sastrawan lokal seperti mendiang penulis Li Rong-chun dari Toucheng dan penyair You Xiang-xin, yang adalah anggota terakhir dari Komunitas Melantunkan Puisi Touwei Dengying.
Puisi yang diciptakan oleh sastrawan lokal untuk kampung halaman mereka, “Kota Pertama Yilan”, telah diabadikan secara permanen, membentang menjadi sebuah koridor sastra yang dipenuhi permainan cahaya dan bayangan.
Pemandangan Selalu Berubah Sepanjang 20 Kilometer
Setelah melewati Sungai Erlong, belok kiri dan mulailah dari Tembok Laut Zhu’an, di depan mata terlihat “Jalur Sepeda Pesisir Yilan”, sebagian besar sejajar dengan Jalan Raya Provinsi No. 2, menawarkan pemandangan Pulau Guishan dari kejauhan di sepanjang jalan. Pada bagian tengah, jalur ini memasuki hutan penahan angin di bukit pasir Zhuangwei, di mana tanaman hijau tumbuh subur dan semak belukar rendah diselingi dengan bunker yang dulunya dibangun untuk mencegah tentara musuh merebut pantai. Pada bagian akhir, dapat terlihat pemandangan Sungai Lanyang yang luas mengalir ke lautan. Pada saat yang sama, Anda juga dapat menikmati panorama laut, hutan, dan sungai, merasakan angin laut, aroma pepohonan, dan hangatnya sinar mentari.
Kemudian, berbeloklah dari jalur sepeda ke jalan raya provinsi untuk mencari secangkir kopi yang tidak akan pernah ditemukan di hari biasa. Dekat “Kebun Waluh Wangshan” tersajikan latte yang terbuat dari waluh sebagai pengganti susu, yang menghasilkan tekstur lembut. Wangshan menghasilkan lima varietas waluh terbaik di dunia. Menantu generasi kedua dari pemilik kebun waluh, Peng Shu-hui, berbicara tentang komitmen Wangshan terhadap ekologi siklus alam, “Dengan ‘metode penanaman keranjang’, sulur waluh dibiarkan merambat ke rak besi, membentuk terowongan yang dipenuhi waluh.”
Pusat Pengunjung Bukit Pasir Zhuangwei, yang dirancang oleh arsitek Huang Sheng-yuan, menampilkan “Pameran Instalasi Citra Memori Zhuangwei” karya sutradara ternama Tsai Ming-liang, yang membawa keindahan gugusan pasir ke dalam ruangan.
Aula Mianmin Menanti Warga Singgah
Menyusuri jalan raya provinsi No.7C untuk mencari makan di Kota Luodong, bangunan bersejarah unik yang tersembunyi di Pasar Malam Luodong, Aula Mianmin, tiba-tiba muncul di depan mata, membuat orang menghentikan langkah mereka. Lahan yang ditempati oleh Aula Mianmin tidak besar, tetapi merupakan Aula Luan penting yang didirikan oleh Dinasti Qing di timur Taiwan. Aturan aula yang ditetapkan sejak zaman kuno masih tertempel di dinding, ditulis dalam kaligrafi resmi Dinasti Qing yang indah, untuk menyatakan misinya. Selain urusan administrasi publik, aula ini juga menyebarkan ajaran Konfusianisme melalui cara-cara religius. Tidak ada ukiran batu bata yang mewah di dalam aula, dengan warna yang sederhana, bahkan kursi tempat tiga Dewa Agung duduk hanyalah tiga kursi kayu. Namun, Aula Mianmin memiliki “Sembilan Pintu dan Tiga Jendela” yang unik di Taiwan. Desain ini termasuk dalam arsitektur resmi Dinasti Qing. Selama era pemerintahan Jepang, hanya Aula Mianmin yang berfungsi sebagai tempat ibadah, yang kemudian dipertahankan.
Kami memulai perjalanan lagi. Kali ini, tujuannya adalah Taman Budaya dan Kreatif Chung Hsing, yang dapat dicapai dengan bersepeda santai.
Di kebun waluh Wangshan, selain melihat sulur-sulur merambat dan buah waluh yang bergelantungan, Anda juga dapat menyaksikan para pahlawan di balik penyerbukannya, yaitu lebah-lebah, yang sibuk beterbangan.
Saksikan Tarian Seni Cahaya dan Bayangan
Taman Budaya dan Kreatif Chung Hsing dulunya adalah Pabrik Kertas Chung Hsing, yang pernah jaya hingga produksinya mendominasi Asia Tenggara. Setelah ditutup, yang tersisa hanyalah dinding dan reruntuhan, bangunan ini diubah menjadi ruang pameran seni pada tahun 2015. Pada siang hari, setiap bangunan terbuka untuk umum, dengan karya seni yang penuh dengan kekanak-kanakan. Setelah malam tiba, cahaya lampu-lampu yang tersebar menerangi taman dan bangunan-bangunan tersembunyi dalam kegelapan, menciptakan keindahan magis yang unik.
Kolam kerikil dangkal permanen di taman, memungkinkan bayangan cahaya menari di permukaan air yang jernih. Bola-bola lampu kecil berwarna putih digantung di atas kepala, sewaktu-waktu bergoyang tertiup, puisi “Panorama Musim Panas” karya penyair Yilan, Tina Wu, menjadi instalasi lampu di tepi kolam. Cahaya putih terpantul di air bagaikan bintang-bintang, sementara cahaya kuning terlihat seperti balok yang diukir dan pilar yang dicat. Riak air membuat titik-titik cahaya bergoyang dengan anggun.
Semilir angin sungai membawa aroma rerumputan, sementara bisikan lembut daun dari pohon taxodium distichum sampai ke telinga. Bersepeda di jalur sepeda Sungai Annong menyegarkan jiwa dan raga.
Jalur Sepeda Sungai Annong
Langit mulai terang, kabut pun menghilang, Sungai Annong di luar jendela memperlihatkan keindahannya di bawah sinar matahari. Bersepeda ke jalan setapak di tepi bendungan, di atas tanggul terdapat jalur sepeda Sungai Annong, dengan ladang terbuka di satu sisi, serta Sungai Annong yang terkadang deras dan terkadang tenang di sisi lainnya.
Jalur berliku melewati hamparan pohon taxodium distichum berwarna kuning keemasan. Teruslah maju, secara bertahap dekati hulu Sungai Annong, di sinilah kampung halaman bawang prei Sanxing berada. Kebun bawang prei dengan hijau zamrud, diterpa angin gunung yang turun dari lereng, bawang prei yang panjang terus mengangguk ke arah orang-orang di jalur sepeda. Di kejauhan, pegunungan yang bergelombang dan menjulang tinggi hingga ke cakrawala membentuk panorama yang indah. Sambil mendengarkan suara gemercik air sungai, berbicaralah dengan pepohonan tinggi di tepi sungai.
Memorial Hall of Founding of Yilan Administration yang terletak di Kota Yilan masih mempertahankan taman Zen Jepang dari masa itu. Data kota tua yang tersimpan di museum menjadi saksi sejarah Yilan selama lebih dari seratus tahun.
Keindahan Terpancar dari Kesederhanaan Kuil
Berjalan ke utara di sepanjang jalan setapak di samping Sungai Lanyang, belok kiri kembali ke Provincial Highway 7C, kami bersepeda menuju ke Kota Yilan, tibalah di kuil kuno pertama di wilayah timur Taiwan, yaitu “Kuil Chaoying”. Di sini kami bertemu dengan Yeh Yung-shao, seorang ahli sejarah dan budaya yang mengkhususkan diri dalam penelitian warisan budaya dan situs bersejarah. Dia mengatakan bahwa meskipun tidak besar, tetapi Kuil Chaoying adalah kuil terindah di hatinya.
“Kuil di setiap era sebenarnya dapat mencerminkan estetika era itu. Keindahan Kuil Chaoying terletak pada desainnya yang sederhana dan tidak berlebihan, yang berasal dari keunikannya,” Yeh Yung-shao menunjuk ke arah Kuil Chaoying, “Karena didedikasikan untuk Dewi Mazu, Dewi pelindung pelayaran, seharusnya menghadap ke timur dengan laut di depannya, betul kan?” Pertanyaannya membuat kami menyadari bahwa Kuil Chaoying dengan tiga pintu masuk ini ternyata menghadap ke gunung.
“Pada masa pemerintahan Kaisar Daoguang dari Dinasti Qing, Kuil Chaoying memerlukan renovasi. Seorang ahli fengshui melihatnya dan berkata bahwa mempertahankan orientasi menghadap ke timur akan membawa banyak uang, tetapi jika diubah menjadi orientasi menghadap ke barat dengan gunung di belakangnya, itu akan membawa kemakmuran bagi keturunan dan melahirkan banyak orang berbakat.” Pernyataan ini membuat Kuil Chaoying menjadi satu-satunya kuil Mazu di Taiwan yang direnovasi menghadap ke gunung pada tahun 1834. “Estetika arsitektur pada masa pemerintahan Kaisar Daoguang cenderung klasik,” Ye Yong-shao berjalan ke samping pilar naga dan mengajari kami cara mengapresiasi keindahan kuil, “Lihat saja pilar naga ini sebagai contoh. Hanya ada satu naga yang seakan-akan hidup di pilar ini, tanpa dekorasi lain. Gaya ukiran ini sederhana tetapi memberikan kesan detail, dengan keindahan keseluruhan yang seimbang, halus dan tepat.”
Kolam ekologi yang sangat menakjubkan ini menampilkan beragam tanaman air yang jarang ditemukan di tempat lain. Salah satu panorama terindah di kolam adalah “Nuphar shimadae”, spesies khas Taiwan yang berstatus harta karun nasional, yang mekar dengan bunga berwarna kuning.
Kebun raya Fushan menjadi rumah bagi beragam satwa yang hidup berdampingan dengan hutan. Ambil teropong Anda, tenangkan diri, perlambat langkah, dan nikmatilah penampakan mereka.
Kebun raya Fushan menjadi rumah bagi beragam satwa yang hidup berdampingan dengan hutan. Ambil teropong Anda, tenangkan diri, perlambat langkah, dan nikmatilah penampakan mereka.
Kebun raya Fushan menjadi rumah bagi beragam satwa yang hidup berdampingan dengan hutan. Ambil teropong Anda, tenangkan diri, perlambat langkah, dan nikmatilah penampakan mereka.
Kebun Raya dalam Dekapan Hutan Berkabut
Setelah menggowes keliling kota Yilan, selanjutnya kami menyusuri Jalan Raya Provinsi 7D menuju Kebun Raya Fushan yang memerlukan reservasi untuk memasukinya. Jalan pegunungan yang sempit dan terjal, adalah satu-satunya akses menuju ke sana, yang mana cukup menguras tenaga dan setelah memasuki kawasan kebun raya, hanya dapat memilih berjalan kaki.
Fushan merupakan kebun raya yang memadukan fungsi konservasi, penelitian, dan edukasi. Kekayaan ekosistem hutannya selalu menarik orang untuk kembali bertandang. Melewati fosil kayu yang telah teruji waktu di pintu masuk, kami memasuki kawasan kebun raya melalui jalur kayu dengan teropong di tangan.
Hal pertama yang terlihat adalah kolam tanaman air yang dipenuhi berbagai jenis tanaman air, menarik banyak burung untuk singgah. Konon, kolam ini menampilkan panorama berbeda seiring perubahan cuaca. Saat cerah, burung penyelam kecil yang berenang di permukaan air menimbulkan percikan riak yang menyegarkan. Saat hujan, kabut tipis menyelimuti kolam, menciptakan suasana yang menawan. “Di musim dingin, kita bisa melihat bebek Mandarin yang datang untuk berlindung dari hawa dingin,” ujar Lin Chien-jung, asisten peneliti yang sedang mengamati tanaman di tepi kolam.
Dengan curah hujan tahunan rata-rata mencapai 4.000 hingga 5.000 milimeter, dan ditambah lagi lokasinya yang berada di dataran rendah, Taman Botani Fushan menjadi surga bagi tumbuhan epifit. “Pohon-pohon besar yang dipenuhi berbagai tumbuhan epifit disebut ‘apartemen pohon besar’, sebuah fenomena simbiosis yang sangat penting dalam ekosistem hutan hujan,” jelas Lin Chien-jung.
Lin Chien-jung menyampaikan bahwa berjalan lambat adalah cara terbaik untuk menjelajahi tempat ini, karena kita bisa saja bertemu dengan hewan liar penghuni hutan dataran rendah. Beberapa meter di depan kami, terlihat beberapa ekor kijang reeves sedang menunduk mencari makan. Di padang rumput, sekelompok monyet formosan rock duduk santai berjemur di bawah sinar matahari sore. Sementara itu, dua atau tiga ekor garangan pemakan kepiting terlihat berlari cepat di tepi kolam.
Perjalanan spontan mengayuh sepeda dengan kedua kaki ini, yang memadukan antara jalur darat, pemandangan indah, sejarah, dan arsitektur, membawa kami menyusuri pesisir pantai, mendaki pegunungan, menjelajahi hutan, bertemu satwa liar, dan menikmati kuliner lezat, menciptakan kenangan tak terlupakan.
Kebun raya Fushan menjadi rumah bagi beragam satwa yang hidup berdampingan dengan hutan. Ambil teropong Anda, tenangkan diri, perlambat langkah, dan nikmatilah penampakan mereka.
Kebun raya Fushan menjadi rumah bagi beragam satwa yang hidup berdampingan dengan hutan. Ambil teropong Anda, tenangkan diri, perlambat langkah, dan nikmatilah penampakan mereka.