Bernostalgia dengan Rasa Manis
Minuman Kuno – Teh Kundur dan Teh Krisan
Penulis‧Chen Chun-fang Foto‧Chuang Kung-ju Penerjemah‧Amina Tjandra
Februari 2025

Ketergantungan masyarakat Taiwan terhadap minuman sudah ada sebelum minuman kocok populer. Minuman kuno seperti teh kundur, teh krisan hingga saat ini masih tetap digandrungi, bahkan juga menjadi produk laris di toko minuman kocok. Mari bersama menjelajahi budaya minuman Taiwan dan mempelajari dedikasi serta kemahiran orang-orang yang melestarikan minuman tradisional Taiwan.
Termuat dalam majalah pada periode kependudukan Jepang “Minzoku Taiwan (Folk Customs of Taiwan)” adalah sebuah artikel yang ditulis novelis Atsushi Nitta tentang “minuman yang dijual di jalanan”, yang memperkenalkan beberapa cita rasa minuman seperti es belimbing, teh krisan, cincau dan lainnya. Atsushi Nitta menggambarkan situasi kehidupan masyarakat sehari-hari pada masa kependudukan Jepang, membuat orang mulai berimajinasi dengan bebas, membayangkan orang-orang tengah menikmati minuman yang dijual pedagang kaki lima di pinggir jalan.


Lin Ke-lie (kiri 2) mempertahankan produksi kundur dan cita rasa kundur yang diwariskan, kini mewariskannya pada penyambung usaha, putrinya Lin Yu-lun (kiri 1) dan putranya, Lin Yu-shun (kanan 2).
Minuman adalah Kebutuhan Wajib Sehari-hari
Terlepas dari era mana pun, minuman selalu menjadi bagian dalam kehidupan, sebenarnya seperti apakah eksistensi minuman bagi masyarakat Taiwan ?
Seorang analis peneliti dari Institut Sejarah Taiwan Akademia Sinica, sekaligus pakar budaya makanan Taiwan, Tseng Ping-tsang menjelaskan, pada masa awal Taiwan berorientasi padat karya, ditambah lagi dengan cuaca terik menyengat yang membuat masyarakat memiliki permintaan yang tinggi terhadap minuman dan mengandalkan minuman sebagai pelengkap asupan air dan kalori. Pada masa awal, nenek moyang datang ke Taiwan untuk bercocok tanam, hidup dalam lingkungan kurang baik, air mengandung patogen yang rentan menimbulkan penyakit. Kondisi ini membuat masyarakat Taiwan tidak suka dan tidak terbiasa makan makanan mentah, serta beranggapan bahwa makanan yang diasup dan masuk ke perut harus dimasak terlebih dahulu, tidak terkecuali air minum.
Kemudian, selama proses memasak air, ada kalanya juga akan ditambahkan bahan lainnya, bahan yang dapat menambah aroma atau efek khusus. Seperti ditambahkan dengan tanaman Wedelia chinensis, Bidens Pilosa yang diolah menjadi ramuan teh herbal atau biji barli yang dipanggang, lalu dimasukkan ke dalam air mendidih menjadi teh barli. Air tidak hanya sekedar air biasa lagi, tetapi juga menjadi minuman yang bisa menghilangkan rasa haus, melepaskan dahaga, bahkan dapat menetralisir asam lambung dan meredakan perut kembung.

-

Di dalam air ditambahkan berbagai jenis bahan ramuan herbal untuk dimasak bersama, agar minuman tidak sekedar menjadi pelepas dahaga, tetapi juga berkhasiat untuk menurunkan panas dalam, menetralkan asam lambung, dan menghilangkan perut kembung. (Foto: Jimmy Lin)
Mewarisi Rasa Manis Seabad
Untuk mengetahui bagaimana kundur berubah menjadi teh, kami mengunjungi pabrik kundur Yifeng di Tainan. Pabrik ini dirintis sejak tahun 1912, telah memiliki sejarah lebih dari seabad, kini dikelola oleh generasi keempat, Lin Ke-lie.
Berbeda dengan bongkahan teh kundur yang ditambahkan dengan zat pewangi yang dijual di pasaran, bahan dasar yang digunakan pabrik Yifeng adalah kundur, gula pasir, dan air. Bagaimana cara mengolah bahan dasar yang sederhana ini untuk menghasilkan aroma wangi? Tentunya ini sangat mengandalkan keterampilan juru masak. Dengan tetap mempertahankan teknik pembuatan tradisional, pabrik Yifeng menggunakan tong kayu besar yang terbuat dari kayu hinoki dan besi kasar. Kundur yang diperas menjadi jus kundur dan gula pasir dimasukkan ke dalam tong berisikan air mendidih, dan terus diaduk tanpa berhenti hingga butiran gula meleleh, bagian tepi panci yang penyok adalah bekas gesekan spatula dalam jangka waktu panjang. Proses memasak satu panci sari kundur memerlukan waktu dua jam, Lin Ke-lie mengibaratkan dengan merawat anak kecil, tidak boleh terlepas dari pandangan mata, menjaganya sambil terus-menerus mengaduk supaya tidak gosong, juga harus memerhatikan perubahan kekentalan cairan gula, mengontrol suhu temperatur dan waktu masak yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Kelihatannya produksi sari kundur murni cukup sederhana, akan tetapi setiap langkah memerlukan teknik keterampilan dan pengalaman yang terhimpun selama bertahun-tahun. Untuk bahan bakunya, pabrik Yifeng bersikeras menggunakan buah kundur produksi Taiwan yang beratnya berkisar 30 taijin ke atas (setara dengan 18 kg) per buah. Lin Ke-lie mengatakan, kundur yang besar memiliki isi yang lebih tebal, daging tebal yang dimasak baru dapat menghasilkan aroma kundur.
Potongan kundur masih perlu diproses perendaman campuran bahan makanan yakni kapur sirih premium selama satu hari, setelah dicuci bersih baru dapat diperas menjadi jus. Alkali kapur sirih dapat membuat protein dari daging segar kundur terhidrolisis menjadi asam amino, kemudian sari kundur murni ditambahkan dengan gula dan dimasak lama dalam temperatur tinggi, menimbulkan reaksi Maillard antara asam amino dan gula, dan menciptakan aroma kental dan rasa khas kundur murni yang menggugah selera.
Mencium aroma sari kundur murni yang tersebar memenuhi ruangan, dengan penasaran kami bertanya, sampai kapan baru selesai dimasak? Lin Ke-lie tersenyum dan berkata, perlu melihat kondisi cuaca baru bisa diketahui berapa lama memasaknya. Putrinya, Lin Yu-lun menyampaikan bahwa waktu memasak ditentukan dengan cara mencubit gula di masa lalu. “Mencubit untuk mengetahui tingkat keras-lembutnya, lalu kami akan menyesuaikan suhu,” katanya. Ketika gula dimasak hingga mencapai kekentalan tertentu, juru masak akan mengambil satu baskom air dingin, menuangkan satu genggam gula cair, lalu dicubit dan diuleni dengan tangan untuk memastikan sirup mencapai kondisi seperti gula maltosa. Memang saat ini bisa menggunakan termometer untuk mengukur suhu sirup gula bagian tengah, yang bertujuan membantu juru masak membuat putusan, akan tetapi Lin Ke-lie masih bersikeras menggunakan metode tradisional dengan cara mencubit, untuk memastikan apakah sirup sudah matang hingga tingkat kekentalan yang prima.
Setelah sirup gula selesai dimasak, harus dituangkan secara merata ke dalam cetakan. Setiap orang masing-masing memegang spatula sambil mengaduk dengan cepat, lalu meratakan sirup gula. Lin Yu-lun menjelaskan, jika tidak diaduk, sirup tidak dapat menjadi padat dan terkristalisasi dan hanya akan menjadi sekedar sirup gula saja. Setelah agak terbentuk, baru dipotong sesuai dengan ukuran, menunggu agak dingin baru dikeluarkan dari cetakan dan menjadi bongkahan sari kundur.
Berbeda dengan banyak industri tradisional yang menghadapi kemunduran, pabrik Yifeng terus berkembang setelah pemilik generasi ketiga Lin Song-shan mewariskan bisnis ini kepada putra-putranya. Ranting bisnis terus berkembang dengan subur, kini di seluruh Taiwan terdapat gerai teh kundur yang dikelola oleh anak-cucu keluarga Lin. Sementara itu, pabrik produksi diambil alih oleh Lin Ke-lie, yang memikul tanggung jawab besar untuk melanjutkan bisnis ini. Lin menghabiskan hari-harinya menjaga tong sirup, dan mewariskan teknik pembuatan tradisional kepada putrinya, Lin Yu-lun dan cucunya, Lin Yu-shun. Ketika ditanya mengapa dia tidak seperti saudara lainnya yang membuka gerai minuman, bukankah lebih menguntungkan? Lin Ke-lie tersenyum sipu-sipu sambil berkata, “Tidak masalah dengan berapa banyak uang yang dihasilkan, yang penting adalah ada yang bersedia untuk meneruskan warisan keluarga, bersedia melayani pelanggan dengan baik.”

Pakar yang menggeluti penelitian budaya makanan lokal dalam jangka panjang, Tseng Ping-tsang beranggapan bahwa penjaja minuman di jalan adalah indikator penting dari gaya hidup lokal.

Yifeng yang memiliki pengalaman ratusan tahun, dengan mahir mencampur kundur dan gula, diolah menjadi bongkahan kundur yang wangi dan manis.
Cara Berbeda dari Teh Oriental
Yang juga sama mempertahankan minuman cita rasa tradisional adalah Wu He Chrysanthemum Tea di Keelung.
Saat menyeruput segelas teh krisan di tengah cuaca terik menyengat, aroma bunga akan tercium saat diteguk, dilanjutkan dengan rasa manis pada bagian akhir, dingin menyegarkan dengan kelembutan terasa di tenggorokan menghilangkan rasa panas pada tegukan pertama. Teh krisan di pasaran, umumnya ditambah dengan goji berri atau biji senna (Chinese senna), akan tetapi produsen Wu He bersikeras meramu teh krisan dengan menggunakan lima macam bahan herbal obat tradisional Tiongkok, seperti krisan, goji berri, serat akar ginseng, ranting kayu manis dan akar lilyturf.
Meskipun menggunakan bahan-bahan herbal obat tradisional Tiongkok, teh krisan produksi Wu He sama sekali tidak terasa pahit seperti yang dibayangkan oleh masyarakat pada umumnya, malah sebaliknya memiliki rasa manis yang lembut dan menyegarkan.
Pemilik Wu He, Tseng Yi-he menyampaikan, lima macam bahan ramuan untuk pembuatan teh krisan yang digunakan Wu He awalnya dibawa dari Fuzhou, Daratan Tiongkok oleh seorang pakar ramuan teh yang dijuluki sebagai “Krisan Tua”. Pakar ini memulai bisnis dari kios kecil di depan Pasar Anle di Keelung pada tahun 1945, lalu bisnisnya diambil alih oleh pamannya. Kemudian karena berencana pensiun, pamannya menanyakan ayah Tseng Yi-he, Tseng Shi-lin apakah bersedia untuk melanjutkan bisnis ini. “Sangat tidak rela jika cita rasa minuman yang lezat ini hilang begitu saja!” ujar Tseng Shi-lin sambil menjelaskan alasan dirinya setuju untuk mewarisi resep dan teknik pembuatan teh ini, hingga ia disapa “Paman Krisan” oleh penduduk setempat.

Teh krisan Wu He masih menggunakan lemari hexagonal yang dipakai oleh pendiri bisnisnya. Lapisan atas ditata dengan lima macam ramuan herbal obat tradisional Tiongkok, menunjukkan bahwa teh krisan ini dibuat dengan bahan-bahan asli.
Teh Krisan dan Detailnya
Kini, cita rasa ini telah diturunkan ke generasi keempat, Tseng Yi-he beserta istrinya, Lai Yi-hua juga membuka gerai yang diberi nama “Wu He”. Orang-orang sering bertanya kepada Tseng Yi-he, mengapa toko sebesar ini tidak menambah jenis produk dagangannya. Tseng Yi-he tersenyum pahit sambil menerangkan, hanya satu jenis teh krisan saja sudah membuatnya sibuk dan kewalahan. Berawal dari penyeleksian cermat bunga krisan dari Tongluo, Kabupaten Miaoli, disusul dengan penyeduhan dengan air panas untuk menghasilkan keharuman bunga yang lebih sempurna dan menghindari rebusan bunga krisan yang dapat menghasilkan rasa pahit. Kemudian gula batu dimasak hingga kental seperti pasta maltosa, baru ditambahkan ke panci dan direbus bersama dengan empat bahan ramuan obat lainnya. Selama proses memasak, harus menjaga temperatur sambil mengaduk-aduk, teledor sesaat saja maka bagian bawah panci mungkin akan gosong terbakar. Tseng Yi-he melanjutkan, setelah bahan-bahan diolah secara terpisah, hal terpenting akan dimulai, yakni kedua tangan harus memegang erat kain kasa besar yang membungkus bunga krisan dan dikocok-kocok dari atas ke bawah tanpa henti, agar sari bunga krisan dan ekstrak ramuan obat tradisional Tiongkok bercampur sepenuhnya, demikianlah kunci teknik pembuatan teh krisan yang lezat.
Demi menjaga kualitas, pasangan suami istri ini melakukan semuanya sendiri. Setiap gelas teh krisan diisi dengan cara satu demi satu sendok teh yang diambil dari tong untuk diisi ke dalam gelas. Ada yang menyarankan, mereka bisa mencontoh gerai minuman kocok yang menggunakan termos kran, tinggal membuka kran maka air teh dapat dituang ke dalam gelas. Lai Yi-hua menjelaskan, obat ramuan herbal obat tradisional Tiongkok bisa mengendap, lagipula di dalam tong teh diisi dengan batu es, maka sebelum diambil perlu diaduk-aduk. Selain itu, setiap saat juga perlu mengecek tingkat kemanisan, kadar es baru dapat menjamin agar kualitas minuman tetap konsisten.

Setiap gelas minuman pelepas dahaga teh krisan Wu He diisi dengan cara satu demi satu sendok, untuk menjamin agar minuman yang dinikmati memiliki cita rasa yang prima.
Kedekatan Manusia di Kios Minuman
Meskipun telah pensiun, mata Tzeng Shi-lin selalu berbinar dengan nostalgia saat mengungkap masa lalu ketika menjajakan dagangan di kios pasar tradisional. Banyak penduduk di sekitar selalu ingat untuk mampir ke kiosnya membeli minuman, bahkan ada orang yang mengendarai kendaraannya, berhenti di depan kios untuk membeli minuman dan langsung diteguk hingga habis dalam beberapa menit saja. Beberapa jam kemudian orang-orang ini merasa haus dan datang membeli segelas lagi, seolah-olah kios minuman ini menawarkan layanan lantatur (drive-thru) yang memberikan kepraktisan bagi pelanggannya. Ada kalanya, pelanggan juga mengajak Tseng Shi-lin ngobrol, saking asyiknya ngobrol, terkadang ada yang lupa membayar.
Dimulai dari membantu ayah berjualan di kios pasar hingga membuka gerai sendiri, Lai Yi-hua mengatakan, mereka sangat menghargai rasa kemanusiaan dengan berinteraksi dengan pelanggan, maka di dalam gerai mereka disediakan tempat duduk, sebagian dari pelanggan tetap bisa duduk di bar sambil ngobrol dengannya.
Memilih lokasi gerai di Xiaoyi Road yang dikenal dengan jalanan kopi di Keelung, memang menargetkan banyaknya wisatawan yang berdatangan untuk naik kapal pesiar. Teh krisan Wu He, banyak yang bilang sekali dicicipi langsung jatuh cinta. “Tidak sedikit pelancong dari Jepang, Korea, Filipina, Thailand, Singapura, Indonesia mampir kemari untuk minum, tingkat penerimaannya cukup bagus!”, ujar Tseng Yi-he sambil tertawa. Lain kali saat mampir di Taiwan, selain teh susu boba, jangan lupa untuk mencicipi minuman kuno yang diramu dengan bahan lokal Taiwan.

Tseng Yi-he (kanan), Lai Yi-hua (kiri) membuka usaha Wu He, bersikeras hanya menjual teh krisan untuk meneruskan cita rasa lezat dari Tseng Shi-lin beserta istri (barisan belakang kiri, kanan), agar lebih banyak orang bisa menikmatinya.




