Pertukaran Budaya Tani Asia Tenggara
Bandara Taoyuan adalah titik awal perkenalan masyarakat Asing dengan Taiwan, dan Taoyuan Agriculture Expo (TAE) selain memperkenalkan Taiwan untuk warga asing, juga sekaligus memperkenalkan ragam keunikan dunia bagi masyarakat Taiwan.
Pavilion 4 negara di dalam TAE secara khusus memperkenalkan perkembangan industri pertanian, adat istiadat serta budaya dari Vietnam, Indonesia, Filipina dan Thailand. Taoyuan merupakan wilayah yang memiliki jumlah pekerja migran terbanyak, mencapai hampir 110 ribu jiwa, selain itu masih ada lebih dari 19 ribu imigran baru yang berasal dari negara-negara Asia Tenggara yang menikah dan pindah ke Taiwan, mereka mayoritas berasal dari Vietnam, Indonesia, Filipina dan Thailand.
Mayoritas pekerja migran bekerja dalam sektor informal atau formal di bagian manufaktur dan produksi. Hal ini membuat masyarakat Taiwan sering berhubungan secara langsung dengan warga dari 4 negara tersebut, namun jarang ada yang berhubungan dengan budaya bertani setempat. Oleh sebab itu TAE difungsikan untuk memperkenalkan negara asal pekerja migran bagi warga Taiwan, sekaligus menjadi pelepas rindu akan kampung halaman bagi para pekerja migran yang ada di Taiwan.
“Mereka ingin mengenal kita, dan kita ingin mengenal lebih banyak tentang mereka”, kata Kepala Departemen Ketenagakerjaan Pemkot Taoyuan, Wang An-bang, sambil memaparkan program rencana pembangunan pavilion 4 negara tersebut. Ia menyisipkan Taiwan ke dalamnya, sehingga menjadi kawasan 5 negara. 5 negara agraris memiliki persamaan dalam produk tani berupa varietas padi, beras putih, beras kuning, beras hitam hingga beras berwarna merah muda. Setiap wilayah memiliki cara bercocok tanam yang berbeda dan menghasilkan produk panen yang serupa walau tak sama. Dimulai dari pertanian tradisional, saat panen tiba masyarakat berkumpul bersama dan merayakan musim panen, kemudian berkembang hingga ke bidang musik, keterampilan tangan dan pertunjukkan wayang.
“Kita memindahkan kebudayaan Asia Tenggara ke lokasi pameran”, jelas desainer pameran, Chen Bao-xi. Produk beras, rempah-rempah hingga wayang yang dipamerkan, semuanya berasal dari Asia Tenggara. Ia sempat menemukan salah satu pekerja migran yang meneteskan air mata takkala menyaksikan pertunjukkan wayang. “Mungkin ada rasa rindu yang teramat dalam, atau mungkin karena kita menjunjung tinggi budaya mereka, sehingga mereka terharu. Entah apa alasannya, yang pasti kita mendesain rasa keberhasilan yang dicapai oleh manusia.”
Wayang kulit Indonesia memiliki sejarah lebih dari 300 tahun, dapat terlihat dari ukiran halus pada bagian wayang.