Di Garis Depan Modernitas:
Department Store di Taiwan pada 1930-an
Penulis‧Lynn Su Foto‧Lin Min-hsuan Penerjemah‧Maidin Hindrawan
Februari 2025
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
Tahun 1930-an adalah era di mana masyarakat Taiwan mulai bergerak menuju konsumerisme modern. Department store dengan ukuran yang belum pernah ada sebelumnya dibuka satu per satu, menawarkan beragam barang dagangan yang memukau. Meskipun pasang surut waktu telah memaksa toko-toko ini untuk ditutup, tetapi saat ruangan-ruangan tua ini kembali digunakan, visi apa saja yang yang mungkin muncul dalam imajinasi kita?
Berlatar tahun 1930-an, “Scrolls of a Northern City” karya komikus Taiwan Akru menyajikan potret kehidupan di Sakaechō, distrik perbelanjaan paling ramai yang dijuluki sebagai “Ginza Taipei”. Di dalamnya menggambarkan budaya jokyu (pelayan perempuan/nyonya rumah) di kafe, Kikumoto Department Store yakni pusat perbelanjaan pertama di Taiwan yang dibuka pada tahun 1932, dan Pameran Taiwan yang digelar pada tahun 1935 untuk memperingati “empat dekade pertama pemerintahan kolonial Jepang di Taiwan”, dan banyak peristiwa penting lain di Sakaechō, semua tergores dalam kertas.
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
Dibuka kembalinya Hayashi Department Store menjadi penyedia tempat untuk menyimpan kenangan bagi orang-orang yang hidup di sini. (Foto: Koche Fashion/Hayashi)
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
Bahkan setelah era kolonial Jepang berakhir, gedung Kikumoto tetap digunakan sebagai toserba. Foto dari tahun 1971 ini memperlihatkan penerus Kikumoto, Toserba Nanyang, di sebelah kiri depan. (Foto: Arsip MOFA)
Putri Tidur Di Balik Dinding Tirai Kaca: Kikumoto
Sakaechō yang digambarkan oleh Akru adalah area tempat Hengyang Road, Baoqing Road, Xiushan Street, Bo’ai Road, dan Yanping South Road sekarang berada. Jalanan di sini sekarang masih kaya akan peninggalan arsitektur dari era Jepang.
Yang paling disayangkan di antaranya adalah bangunan tujuh lantai Kikumoto Department Store yang dijuluki “Seven Heavens (Tujuh Surga)”. Kikumoto Department Store, sebagai bangunan beton bertulang tertua di Taiwan, tidak tergoyahkan oleh guncangan banyak gempa bumi sejak selesai dibangun pada tahun 1932, bangunan tua ini ditetapkan sebagai bangunan bersejarah pada tahun 2017. Namun, perubahan kepemilikan yang terjadi secara berturut-turut menyebabkan bangunan ini mengalami berkali-kali renovasi dan perubahan tampilan, dengan fitur arsitektur aslinya kini diselimuti oleh dinding tirai kaca, yang dilukiskan profesor arsitektur Janus Kuo sebagai “Putri Tidur dalam Peti Mati Kaca”.
Pakar warisan arsitektur Ling Tzung-kuei membawa kita menelusuri kembali sejarah perkembangan industri department store: Revolusi Industri pada abad ke-18 menyebabkan percepatan produksi beragam barang dalam jumlah besar, secara total mengubah pola konsumsi manusia, orang-orang kaya mulai mengejar pengalaman berbelanja yang baru. Bahkan pada masa itu, tiap-tiap negara menggelar pameran besar untuk memamerkan produk-produk baru.
Seiring dengan pembangunan yang terus berlanjut di bawah kekuasaan Jepang pada tahun 1930-an, toko-toko yang khusus menjual barang-barang impor Barat bermunculan di berbagai wilayah Taiwan, dan yang berukuran lebih besar atau memiliki jumlah booth dengan skala tertentu akan disebut sebagai department store. Pada zaman itu, ada tiga department store paling terkenal: Kikumoto di Taipei, Hayashi di Tainan, dan Yoshii di Kaohsiung (yang gedungnya kini telah dihancurkan).
Sama halnya dengan di Jepang, banyak pengusaha department store di Taiwan berasal dari industri garmen. Eiji Shigeta, seorang pedagang pakaian tradisional Jepang dari Prefektur Yamaguchi, awalnya membuka sebuah toserba di Dadaocheng, Taipei. Karena bisnisnya cukup sukses, ia akhirnya membangun sebuah gedung di Sakaechō dan mendirikan “department store pertama di Taiwan” yaitu Kikumoto.
Desain gedung Kikumoto Department Store dirancang oleh insinyur sipil Jepang Chouichi Furukawa, yang menjabat sebagai kepala departemen arsitektur di Taiwan Land and Building Company. Mengingat bahwa Taiwan memiliki sinar matahari yang terik dan curah hujan yang melimpah, desain trotoar tertutup diadopsi untuk memberikan perlindungan dari keduanya. Ling Tzung-kuei, yang pernah menjelajahi bagian dalam bangunan, mengatakan bahwa bangunan tersebut mempertahankan bentuk aslinya dengan lebar yang semakin mengecil dari lantai lima hingga lantai tujuh. Desain struktural ini berdasarkan Resolusi Zonasi New York tahun 1916, agar lebih banyak sinar matahari dapat mencapai jalan-jalan di bawahnya dan untuk mengurangi rasa tertekan yang disebabkan oleh bangunan-bangunan besar, regulasi tersebut mengharuskan gedung pencakar langit memiliki lantai atas dengan lebar yang lebih kecil.

Dijuluki “Seven Heavens (Tujuh Surga)”, Kikumoto adalah department store pertama di Taiwan. (Dilukis oleh Cheng Pei-che)
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
Baru-baru ini, reproduksi foto skala besar dari fasad asli Kikumoto telah dipasang di dinding tirai gedung bekasnya, dan ada berita bahwa proyek renovasi besar akan mengembalikan situs tersebut ke kejayaannya sebelumnya.
Kreativitas Luar Biasa Antara Persegi dan Bundar: Shinshūya/Or House
Baru-baru ini, reproduksi foto skala besar dari fasad asli Kikumoto telah dipasang di dinding tirai gedung bekasnya, dan ada berita bahwa proyek renovasi besar akan mengembalikan situs tersebut kepada kejayaan sebelumnya. Pemulihan keindahan bangunan tua memang adalah hal yang patut dinantikan, contoh lain adalah Shinshūya (Xinzhouwu dalam bahasa Mandarin) di Distrik Kota Tua Hsinchu yang telah dibuka kembali sebagai Or House pada akhir tahun 2023.
Shinshūya yang bernama “Or House” merupakan department store pertama di Hsinchu didirikan pada tahun 1934. Pemilik generasi pertama, Dai Wu-shi adalah pedagang lokal terkemuka yang mulai menjual produk-produk Barat di Pasar Dongmen.
Bangunan ini sekarang dimiliki oleh Or, sebuah tim yang berdedikasi untuk meningkatkan kehadiran budaya Hsinchu dengan menjalankan model “museum seni terdistribusi.”
Manajer Or House Shen Ting-ru mengatakan bahwa untuk melestarikan pesona bersejarah Shinshūya sebanyak mungkin, timnya mewawancarai mantan pemiliknya dan menugaskan X-Basic Planning untuk mempelajari dan merenovasi gedung tersebut, kemudian mengundang II Design dan Mizuiro Design untuk menata ruang interiornya. Semua upaya keras ini bertujuan untuk mencapai perpaduan sempurna antara yang lama dan yang baru.
Kami dan Shen Ting-ru berjalan ke luar, bangunan berlantai empat memiliki fasad yang mempertegaskan “restorasi total” mengembalikan ke tampilan aslinya, dengan dinding luar bangunan ubin bergaris 13 yang populer di Taiwan sejak tahun 1920-an telah dibersihkan secara menyeluruh untuk mengembalikan kehangatan warna kremnya. Bagian depan lantai atas memiliki motif persegi panjang dan bundar yang ditemukan pada bingkai jendela, lampu hias, dan pagar dekoratif. Secara keseluruhan, arsitektur gaya “Art Deco” ini menampilkan nuansa yang modis tetapi retro, serta “mengekspresikan kreativitas luar biasa pada eranya,” ujar Shen Ting-ru.
Saat melangkah ke dalam bangunan, kita akan mendapati desain ruang yang selaras dengan gaya eksterior. Tata letaknya berani, dengan setiap lantai memiliki desain yang berbeda. Perabotan baru menggabungkan elemen-elemen yang sengaja dipadukan dengan motif geometris jendela. Bar panjang di lantai pertama terlihat berbentuk bundar dari luar tapi persegi panjang dari dalam. Dinding baru yang diplester abu-abu di lantai dua memiliki bukaan bundar yang memperlihatkan batu bata merah tua di belakangnya. Lantai tiga mempertahankan lengkungan interior aslinya, bersama dengan kolam berbentuk bulan sabit di balkon.
Naik ke lantai paling atas, tidak sulit untuk membayangkan masa-masa ketika Shinshūya adalah satu-satunya bangunan yang menjulang tinggi di antara rumah-rumah bertingkat rendah di sekitarnya. Dari sini, kita bisa melihat Pelabuhan Nanliao di kejauhan tanpa gangguan. Shen Ting-ru mengatakan, ketika mengunjungi kembali rumah tersebut, keturunan Dai Wu-shi sempat mengenang masa kanak-kanak di mana mereka sering bermain ayunan sambil menikmati ikan berenang di kolam bulan sabit di sampingnya, bahkan sempat menjadikan lantai atas untuk pergelaran pesta dansa berbayar terbuka umum yang menarik hingga 200 orang untuk hadir. Keluarga kaya di Taiwan pada masa itu ternyata pernah menikmati kehidupan bon viveur seperti ini.
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
Manajer Or House Shen Ting-ru.
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
Tim Or House bertekad untuk mengembalikan fasad Shinshūya sepenuhnya ke tampilan asli dengan motif persegi panjang dan bundar pada bingkai jendela, lampu hias, dan pagar dekoratif. Semuanya merupakan elemen desain yang berasal dari masa awal bangunan tersebut.
Jendela Bagi Dunia untuk Melihat Tainan: Hayashi Department Store
Dibuka pada tahun 1934, Hayashi Department Store terletak di Suehirochō, daerah paling makmur di Tainan saat itu. Dengan tinggi lima lantai, Hayashi dijuluki sebagai “Gedung Berlantai Lima” dan merupakan salah satu dari dua department store di Taiwan yang memiliki lift, yang lainnya adalah Kikumoto. Setelah berakhirnya Perang Dunia II dan era kolonial Jepang di Taiwan, orang Jepang meninggalkan Taiwan dan Hayashi ditutup. Ruang yang sangat luas itu diambil alih oleh pemerintah, sempat digunakan sebagai kantor publik dan asrama untuk personel angkatan udara, hingga akhirnya tidak digunakan lagi dan terbengkalai selama beberapa dekade. Tahun 1998, bangunan itu ditetapkan sebagai situs bersejarah kota dan menjalani renovasi besar-besaran; dan tahun 2014, di bawah manajemen perusahaan lokal Koche Fashion, Hayashi Department Store dibuka kembali dengan tampilan toserba khusus produk-produk budaya dan kreatif.
Saat ini, Hayashi adalah department store “tertua” dan “terkecil” di Taiwan. Hayashi modern merupakan perwujudan sejarah bangunannya, maka sangat berbeda dari department store berantai yang dikelola oleh konglomerat. Sejumlah bagian dari lift asli, yang dulunya menandai Hayashi sebagai tempat modis, tetap dipertahankan, termasuk indikator lantai dan ventilasi bergaya retro. Selain itu, satu-satunya kuil Shinto di lantai rooftop di Taiwan, dan sisa-sisa pintu rol yang dioperasikan secara manual dari masa lalu, semuanya menampilkan detail historis yang unik.
Yang berbeda adalah, Hayashi di masa lalu menjual berbagai macam produk eksotik baru dari luar negeri, sekarang Hayashi telah beralih menjadi platform pameran budaya dan industri Tainan. Misalnya, lantai tiga dihiasi dengan kain satin berpola bunga foniks (Delonix regia) yang diproduksi oleh perusahaan lokal lama Ming Lin Lace. Di atas rak dipajang banyak benda khas Tainan, ada tas jinjing modis gaya Taiwan, ada juga tas kanvas yang dicetak dengan motif telur ikan belanak dan sandal jepit biru-putih yang produksi oleh oleh toko kain lokal berusia seabad Gimgoanheng. Ragamnya sangat banyak, tersedia semua yang dibutuhkan.
“Hayashi pada tahun tersebut adalah sebuah jendela bagi orang Tainan untuk melihat dunia. Hayashi yang baru dibuka kembali menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat Tainan,” demikian kata Tsai Wei-jung, kepala perencanaan dan pemasaran di Hayashi. Ini juga menjelaskan mengapa wisatawan asing selalu memasukkan Hayashi ke dalam daftar tempat yang wajib dikunjungi di Tainan.
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
Dua pintu depan Or House -- pintu masuk di sebelah kanan, dan pintu keluar di sebelah kiri -- memancarkan suasana modis dan orisinalitas.
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
Hayashi berupaya menciptakan dialog antara yang baru dan yang lama. Foto ini memperlihatkan lantai teraso asli (kiri bawah) yang disambung dengan teraso baru yang dipasang kemudian.
Gudang Kenangan Warga Lokal
Department store merupakan perwujudan transisi masyarakat Taiwan menuju konsumerisme modern, yang berfungsi sebagai gudang kenangan bagi warga perkotaan. Pada tahun 1930-an, bangunan department store Taiwan selalu berlokasi di distrik perkotaan yang makmur, menghadap persimpangan jalan yang ramai, dan memiliki fasad yang menarik serta etalase yang selalu didekorasi dengan beraneka warna dan menarik keinginan untuk konsumsi. Selain berbelanja, orang-orang yang datang tidak lupa merasakan kegembiraan naik lift ke lantai atas untuk menikmati pemandangan kota di sekitarnya, atau untuk bersantap di restoran. Karakteristik seperti ini masih menjadi daya tarik utama department store hingga saat ini.
Meskipun perubahan dinasti setelah berakhirnya perang mengakibatkan banyak keretakan dalam memori masyarakat Taiwan akan tempat-tempat lokal, tetapi hal Ini juga menonjolkan pentingnya bagi pusat-pusat perbelanjaan bersejarah yang melambangkan penerimaan Taiwan terhadap konsumerisme modern ini untuk dilestarikan. Tempat-tempat ini tidak hanya menawarkan wawasan tentang gaya dan teknik arsitektur pada zamannya, tetapi juga terus berfungsi sebagai lokasi tempat orang berbelanja, bersenang-senang, dan bersosialisasi dengan orang lain. Ling Tzung-kuei, yang telah lama prihatin tentang masa depan Kikumoto mengatakan, “Ada begitu banyak peluang untuk membangun department store baru, tetapi kita jarang bisa melestarikan yang bersejarah. Hanya tiga di antaranya yang tersisa di Taiwan, dan Kikumoto adalah yang tertua. Bukankah itu sesuatu yang sangat bermakna?” Alasan keberadaan tempat-tempat ini justru terletak pada kemampuannya untuk menyimpan dan menjaga kenangan setiap orang yang pernah tinggal di sini.
-new.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)
.jpg?w=1080&mode=crop&format=webp&quality=80)