Penjelajahan Pulau Selatan
Di Sinilah Pertemuan Taiwan dan Dunia
Penulis‧Cathy Teng Foto‧ Lin Min-hsuan Penerjemah‧ Farini Anwar
Juni 2025

Kapal “Tai-Mar” di Museum Prasejarah, hadiah dari Kepulauan Marshall, negara sahabat diplomatik Taiwan, menceritakan kisah Taiwan dan Pulau Selatan, juga sebagai saksi hubungan persahabatan bilateral.
Taiwan, dilihat oleh dunia dengan cara berbeda, pada waktu yang berbeda. Chip menjadi kata kunci Taiwan untuk berapa tahun terakhir ini. Pada abad lalu, produk MIT (Made in Taiwan/buatan Taiwan) tersebar hampir di seluruh dunia. Para peneliti yang mempelajari jalur penyebaran masyarakat Austronesia ke Kepulauan Samudra Pasifik, menduga bahwa mungkin Taiwan adalah kampung halaman paling awal yang dapat dilacak dari masyarakat Austronesia. Pada masa sebelum masehi yang belum mengenal tulisan, batu giok Taiwan adalah produk yang ramai diperdagangkan di kawasan Asia Tenggara. Museum Prasejarah Nasional Taiwan (National Museum of Prehistory) yang berlokasi di bagian timur Taiwan menceritakan kisah hubungan Taiwan dengan denyut nadi dunia.
Lahirnya Museum Prasejarah Nasional Taiwan (selanjutnya disingkat menjadi “Museum Prasejarah”) berkat pembangunan Kereta Api Jalur Selatan. Penemuan sejumlah besar peti mati batu dari penggalian di lokasi stasiun kereta api baru Taitung pada tahun 1980-an, juga menjadi penemuan aset budaya, yang saat ini dikenal sebagai “Taman Situs Peinan”, memfasilitasi pembukaan Museum Prasejarah pada tahun 2002.
Museum Prasejarah menjalani pemugaran arsitektur pada tahun 2020, dan dibuka kembali pada Mei 2023 dengan slogan “Di sinilah Pertemuan Taiwan dan Dunia” membicarakan kembali hubungan perjodohan Taiwan dengan dunia.

Bahan helm perak suku Tao, Lanyu adalah dari koin perak hasil pertambangan Meksiko yang dibawa kapal pedagang barat. Helm perak ini menceritakan sejarah interaksi antara sebuah pulau dengan dunia.

Anting giok lingling-o (dua di bawah) selain tergali di Jiuxianglan – Taitung, juga ditemukan di situs lokal bagian selatan Filipina, utara Borneo, Thailand, bagian tengah dan selatan Vietnam serta lainnya. Hal ini membuktikan pernah terjalin hubungan antara Taiwan dan kawasan Asia Tenggara.

Tergali keluar artefak batu giok Budaya Peinan dalam jumlah besar, menandakan puncak keterampilan pengolahan batu giok pada masa itu. Foto menunjukkan harta nasional anting nefrit giok hewan-antropomorfik.
Pulau adalah Kapal, Laut adalah Jalan
Masyarakat Austronesia adalah struktur dari kelompok orang dan wilayah geografis yang dibangun berdasarkan penggunaan bahasa Austronesia. Namun Fang Chun-wei, Kepala Divisi Pameran dan Pendidikan, memulai ceritanya dari pintu masuk ruang “Austronesia Hall”, kurator menggunakan proyeksi Mercator untuk menampilkan peta dunia, hanya dengan mengarahkannya ke atas bagian timur matahari terbit. Begitu sudut pandang berubah, kami melihat daratan bercampur lautan, pulau-pulau yang ditempati masyarakat Austronesia tersebar di Samudra Pasifik, bagaikan gugusan mutiara.
“Bagi masyarakat Austronesia, pulau sepertinya sebuah kapal, saling membantu satu sama lain dan berbagi nasib dalam keterbatasan sumber daya kapal. Laut adalah jalan, samudra bukanlah penghalang, melainkan jalan yang menghubungkan antar pulau.” Demikian penjelasan Fang Chun-wei. Dalam pemikiran budaya masyarakat Austronesia mungkin tidak ada yang namanya “tanah tempat tinggal permanen”, lebih banyak jiwa petualang yang mengalir dalam darah mereka, “Mereka lebih bersedia menjalin hubungan, pertukaran, mendapatkan sumber daya dengan pulau-pulau tetangga. Terdapat banyak sekali jaringan pertukaran dalam budaya Austronesia, ini juga adalah perlindungan dari bencana alam, berlindung ke pulau tetangga, dan sangat sejalan dengan konsep ketahanan sekarang ini.”
Kehidupan penjelajahan dari pulau ke pulau seperti ini membuat masyarakat Austronesia mengarungi lautan. Mereka adalah sekelompok pelaut tangguh, bahkan sebelum teknologi navigasi barat ditemukan, masyarakat Austronesia dengan mengandalkan pengamatan bintang, cuaca, arus laut dan lainnya sudah bermigrasi hingga ke tanah yang tak berpenghuni terakhir di permukaan bumi ini. Jika mengilas balik ke abad 14 ketika gelombang perpindahan paling akhir ke Selandia Baru terjadi, penjelajahan bumi dari masyarakat Austronesia setidaknya lebih awal ratusan tahun dari orang barat. Makna di balik ini menunjukan “Dilihat dari jaringan hubungan antar pulau, mereka tidak pernah berada dalam keadaan terisolasi, termasuk Taiwan, selalu mengikuti denyut nadi dunia dari dulu hingga sekarang.”

Fang Chun-wei menjelaskan, slogan dari Austronesia Hall adalah “Di Sinilah Pertemuan Taiwan dan dunia”, menceritakan kisah Taiwan selalu mengikuti denyut nadi dunia dari dulu sampai sekarang.
Perjalanan Internasional Giok Taiwan
Penggalian artefak batu giok merupakan bukti lain Taiwan berada dalam jaringan pertukaran budaya Asia Tenggara. Kawasan Fengtian – Hualien merupakan tempat penghasil utama batu giok Taiwan, tetapi tidak saja di Taman Situs Peinan, pada situs-situs arkeologi di berbagai tempat lainnya juga ditemukan artefak batu giok yang menunjukan hangatnya peredaran batu giok di pulau tersebut.
Tidak saja di dalam pulau, dari penggalian arkeologi didapati bahwa giok Taiwan juga tersebar di kawasan Asia Tenggara, seperti ditemukannya anting giok Lingling-o dari 2.500 – 2.000 tahun yang lalu di bagian selatan Filipina, utara Borneo, Thailand, bagian tengah dan selatan Vietnam serta lainnya.
“Bentuk anting giok Lingling-o yang ditemukan di Asia Tenggara ini sedikit berbeda dengan yang digali di Jiuxianglan – Taitung. Para arkeolog berspekulasi, waktu itu mungkin sekelompok pengrajin Taiwan membawa bahan mentah ke Asia Tenggara, membuat anting sesuai dengan selera masyarakat lokal, sehingga ada sedikit perbedaan.” Kesimpulan melalui analisis material yang digunakan bahwa semua batu giok di Asia Tenggara yang memiliki kekhususan kandungan kromit diidentifikasikan datang dari Taiwan, ini juga merupakan periode MIT lainnya, semakin menjelaskan bahwa samudra bukanlah penghalang, sudah sejak awal mereka saling berhubungan dengan pulau-pulau tetangga sekitar.
Kisah Internasional Lokal
Pada salah satu sudut ruang pameran, memamerkan koin perak Spanyol dan helm perak (dalam bahasa Suku Tao: Volangat) dari prajurit Suku Tao di Lanyu (Orchid Island) Taiwan. Mengapa disandingkan bersama? Lanyu tidak menghasilkan perak, lalu dari mana perak itu berasal? Hal ini harus ditelusuri dari kondisi geografis Taiwan.
Pada abad 16, kapal dagang barat datang ke Asia untuk berdagang, tambang perak yang pertama kali ditemukan di Meksiko, lalu perak ini dicetak menjadi koin perak, baru kemudian dibawa ke Tiongkok dan Filipina sebagai barang dagangan. Ketika melewati Lanyu, para pedagang singgah untuk mengisi kembali perbekalan, dan mereka melakukan transaksi dengan penduduk lokal, masyarakat suku Tao setempat yang mendapatkan perak, malah menjadikannya lembaran perak tipis yang kemudian menjadi benda-benda penting dalam ritual adat tradisional dan memiliki makna berkah bagi budaya lokal. Helm perak seperti ini sebenarnya menceritakan kisah sejarah hubungan Lanyu dengan dunia.
Hipotesa Keluar dari Taiwan
Tahukah Anda, daluang (tumbuhan Broussonetia papyrifera) yang sering ditemukan di Taiwan merupakan petunjuk penting hubungan Taiwan dan masyarakat Austronesia? Kami mengunjungi Chung Kuo-fang, seorang peneliti di Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati, Academia Sinica, mendengarkan bagaimana dari studi botani, ia beralih ke antropologi.
Pada tahun 2008, Museum Prasejarah menerima sumbangan dari antropolog Jepang, Yoshichika Iwasa yang sepanjang hidupnya mengoleksi benda-benda dari Kepulauan Pasifik, banyak di antaranya menggunakan bahan dari kain kulit pohon. Dari dokumen yang ada diketahui kebanyakan dari kain kulit pohon adalah dari daluang (tumbuhan Broussonetia papyrifera), dan di Kepulauan Samudra Pasifik bukan jenis tumbuhan asli broussonetia papyrifera, melainkan adalah yang dibawa dari berbagai tempat, seiring dengan perpindahan manusia.
Pada waktu itu, senior dari organisasi mahasiswa National Taiwan University, Chang Chi-shan yang juga anggota peneliti Museum Prasejarah mengusulkan Chung Kuo-fang untuk meneliti daluang (tumbuhan Broussonetia papyrifera), “Apakah kita dapat menggunakan DNA untuk mengetahui dari mana asal daluang yang ada di Kepulauan Samudra Pasifik?”
Dalam dunia akademik, sudah pernah ada pakar meneliti bagaimana penyebaran masyarakat Austronesia dengan hipotesis melalui migrasi bahasa dan pertanian. Para arkeolog beranggapan, faktor yang sangat penting mengapa para leluhur masyarakat Austronesia dapat bertahan hidup di atas pulau-pulau ini adalah karena mereka sudah menjadi kelompok etnik agraris. Mereka membawa teknik agrikultur atau tanaman ke pulau tempat mereka bermigrasi dan memulai hidup baru. Migrasi manusia merupakan faktor penting yang mengubah penyebaran hewan dan tumbuhan.

Sumbangan dari Antropolog Jepang, Yoshichika Iwasa berupa peninggalan budaya dari Kepulauan Pasifik yang dikoleksi sepanjang hidupnya, kebanyakan di antaranya berbahan kain kulit pohon, membuka jalan bagi tim peneliti Chung Kuo-fang dalam penelitian daluang Taiwan dan migrasi masyarakat Austronesia. (Foto: Museum Prasejarah Nasional Taiwan)

Chung Kuo-fang beranggapan, daluang adalah tumbuhan yang diremehkan, tetapi pembuatan kertas dan daluang berhubungan erat. Yang pasti, daluang adalah salah satu tumbuhan yang mengubah sejarah manusia.

Daluang (tumbuhan Broussonetia papyrifera) adalah tumbuhan dioecious yang jarang ditemukan, sulit membedakan pohon betina dan jantan selain pada musim berbunga.
Variabilitas yang besar dari Daluang, untuk daunnya saja sudah memiliki banyak bentuk. (Foto: Chung Kuo-fang)
Rahasia DNA Daluang ── Jejak Taiwan
Karena penasaran, Chung Kuo-fang terlebih dulu mengumpulkan daluang dari Taiwan dan negara tetangga, dari hasil analisis urutan DNA daluang yang dikumpulkan ditemukan, “Daluang yang berkaitan dengan budaya kain kulit pohon di seluruh kawasan Samudra Pasifik memiliki urutan struktur genetik yang pada dasarnya adalah sama. Urutan sama dengan haplogrup (cp-17) ini, dan dari seluruh dunia, selain pulau-pulau Samudra Pasifik, hanya ditemukan di bagian selatan Taiwan. ”
Juga karena daluang adalah tumbuhan dioecious yang jarang ditemukan, tim peneliti Chung Kuo-fang kembali mengumpulkan sampel untuk dianalisis. Dari reaksi berantai polimerase (Polymerase chain reaction/PCR) ditemukan bahwa seluruh genotipe cp-17 daluang Kepulauan Samudra Pasifik adalah betina, tidak ada pengecualian. “Apa artinya ini? Di Taiwan pasti ada jantan dan betina, daluang baru dapat berkembang biak, tetapi di Kepulauan Samudra Pasifik hanya ada daluang betina, dia tidak dapat berkembang biak dengan sendirinya, ini berarti pada waktu itu ada orang yang membawanya ke sana.” DNA tidak dapat berbohong, “Dengan dua bukti ini, kita dapat dengan sangat jelas mengetahui bahwa daluang di Kepulauan Samudra Pasifik berasal dari Taiwan, dan dibawa ke sana oleh manusia.”
Daluang menjadi salah satu bukti “Taiwan adalah kampung halaman masyarakat Austronesia yang paling awal terlacak”, tetapi sepertinya diam-diam banyak faktor pendukung dalam kegelapan. Ini mungkin juga semacam takdir! “Untuk itu, kami ingin mengungkapkan kebenaran daluang, tumbuhan yang diremehkan, tetapi kain kulit pohon adalah semacam kertas, pembuatan kertas dan daluang memiliki hubungan yang sangat erat, tidak ada daluang maka tidak ada kertas, tumbuhan ini sudah pasti adalah tumbuhan yang mengubah sejarah manusia.”

Bahan kain kulit pohon yang ada di Kepulauan Samudra Pasifik adalah daluang, memberikan petunjuk penting kampung halaman paling awal dari masyarakat Austronesia. Foto ini memperlihatkan warga Papua Nugini memukul kulit pohon untuk membuat kain dan mengenakan busana kain kulit pohon saat melakukan ritual. (Foto: Chung Kuo-fang)
Budaya Austronesia Zaman Sekarang
Kembali ke Museum Prasejarah, Fang Chun-wei mengemukakan, salah satu fungsi yang sangat penting dari museum adalah menghubungkan pengetahuan dengan isu-isu yang menjadi perhatian manusia modern, membangun hubungan antara masa lalu dan masa sekarang. Ia menggunakan sebuah pepatah dari suku Maori “kia whakatōmuri te haere whakamua (Saya melangkah mundur ke masa depan dengan tetap melihat masa lalu).” Pandangan khusus dan bersiklus ini memiliki makna masa lalu dan masa depan tidak terputus.
Fang Chun-wei menggunakan formasi berbentuk C dari tarian suku adat Paiwan dan Rukai Taiwan untuk menjelaskan, “C adalah lingkaran dengan sebuah celah, tetapi bukan berarti tidak sempurna, melainkan menandakan adanya sebuah peluang, menyambut semua orang untuk bergabung ke dalamnya.” Fang Chun-wei menambahkan, “Tahukah Anda, ada 2 penyebutan untuk kata ganti orang pertama jamak ‘我們’ (wo men) dalam bahasa Austronesia, pertama adalah ‘kita’ yang menyertakan pihak yang dituju, satunya lagi adalah ‘kami’ yang tidak menyertakan pihak yang dituju” (sama seperti bahasa Taiyu ‘zan dan ruan’) mengandung makna mengundang Anda untuk bersama menjadi ‘kita’, bersama-sama mengenal pulau selatan, mengenal hubungan kita dengan pulau selatan.

Bahan kain kulit pohon yang ada di Kepulauan Samudra Pasifik adalah daluang, memberikan petunjuk penting kampung halaman paling awal dari masyarakat Austronesia. Foto ini memperlihatkan warga Papua Nugini memukul kulit pohon untuk membuat kain dan mengenakan busana kain kulit pohon saat melakukan ritual. (Foto: Chung Kuo-fang)




