Apa Isi Lumpia di Rumahmu?
Gula Kacang Tanah, Kacang Lima, Mi Kacang Hijau
Penulis‧Esther Tseng Foto‧Jimmy Lin Penerjemah‧Maria Sukamto
Februari 2025
“Pada musim semi, sayuran segar di atas nampan musim semi, mengingatkan pada mekarnya bunga plum di dua ibu kota.” (Dinasti Tang · Du Fu, “Awal Musim Semi”)
“Satu gulungan lumpia seperti silsilah keluarga tanpa tulisan, mencatat kode rahasia asal-usulmu. Siapa kamu? Dari mana asalmu? Tak perlu bertanya pada peramal, satu gigitan lumpia mengungkapkan semuanya.”
Begitulah ulasan penulis kuliner Taiwan, Chen Ching-yi, dalam bukunya “Oh! Itulah Rasa Taiwan” menuliskan tentang lumpia.
Konstruksi lumpia
1. Alas dasar: Bubuk kacang tanah, fungsinya untuk mengisolasi kelembapan sayuran.
2. Bahan utama: Daging, tahu pres, irisan telur, irisan wortel, kubis.
3. Bumbu rempah: Seledri, daun ketumbar, daun kucai, bawang prei bagian putih atau hijau.
Percaya atau Tidak! Di Taiwan, isi Lumpia buatan rumahmu akan mengungkap asal daerahmu. Jika keluargamu tidak makan lumpia, kemungkinan besar kamu bukan berasal dari keluarga Minnan. Namun, orang-orang Tionghoa asal Malaysia atau Singapura yang datang berwisata ke Taiwan pun bisa ikut meramaikan diskusi tentang lumpia, karena mereka juga makan lumpia.
Seorang turis asal Singapura, Cai Shao-en, pagi-pagi sudah datang ke Lumpia Lin Linang Bing di Pasar Yongle, Taipei, untuk antre membeli lumpia. Setelah gigitan pertama, dia langsung berkata, “Enak!”. Menurut Shao-en, di Singapura juga ada lumpia yang disebut “Popiah”. Namun, karena mayoritas suku Melayu adalah Muslim, lumpia di sana biasanya berisi sayur tanpa daging, berbeda dengan Taiwan yang sering mengandung daging dan abon ikan.

Bubuk kacang tanah

Sayur kubis

Tahu pres

Irisan telur dadar

Daging merah angkak

Daun ketumbar, daun bawang
Lumpia: Rekam Jejak Migrasi Imigran
Di Taiwan, lumpia disebut lūn-piánn bunyi yang disesuaikan dengan lafal bahasa Minnan; di Kinmen dikenal sebagai lumpia shì-bǐng. Penulis Kuliner Taiwan, Chen Ching-yi, yang pernah melakukan penelitian lapangan di berbagai daerah di Tiongkok dan Asia Tenggara, menemukan bahwa “lumpia sebenarnya adalah jejak sejarah migrasi”.
Orang Zhangzhou di Daratan Tiongkok juga menyebutnya “rùn-bǐng”, sementara orang Xiamen menyebutnya “bǒ-bǐng” (Popiah). Isi lumpia di Quanzhou, ada lebih dari sepuluh macam bahan, jadi layaknya seperti sedang makan prasmanan, sehingga disebut “run ping cai” yaitu lumpia sayur. Di Singapura dan Malaysia, lumpia juga disebut “Popiah”. Bahkan UNESCO telah mencatat lumpia sebagai salah satu warisan budaya Indonesia. Di Indonesia, lumpia dapat ditemukan di stasiun kereta atau pinggir jalan.
“Karena Indonesia pernah dijajah oleh Belanda, lumpia juga ada di negeri Belanda, disebut 'loempia' dan menjadi makanan ringan populer. Ini mungkin salah satu contoh perjalanan lumpia paling jauh hingga ke Barat,” kata Chen Ching-yi.
Penulis Kuliner Chen Ching-yi mendorong masyarakat melalui lumpia menciptakan ciri khas keluarga masing-masing.
Bahan Lumpia yang Beragam dan Kaya
“Setiap bahan dalam lumpia memiliki fungsi khusus.” Menurut Chen Ching-yi, menyusun lumpia tampaknya membutuhkan pemikiran logis. Lapisan bawahnya adalah bubuk kacang untuk menyerap kelembapan sayuran, sehingga lumpia tidak lembek. Isi utama adalah daging, tahu pres, irisan telur, dan wortel. Bahan tambahan seperti daun seledri, daun ketumbar, daun kucai, bawang prei bagian putih atau hijau, menambahkan aroma bumbu segar dan khas.
Chen Ching-yi melanjutkan ulasannya, kalau ada orang yang mengatakan lumpia buatan rumahnya berisi kacang lima, besar kemungkinan ia berasal dari Tainan. Beberapa orang Tainan bahkan menambahkan daging kepiting, udang besar, atau irisan telur ikan belanak kering ke dalam lumpia mereka.
Di daerah agraris seperti dataran Chiayi-Tainan, orang sering menambahkan mi kuning atau mi kacang hijau ke dalam lumpia, tetapi tidak demikian di Tainan. Menurut Yang Cai-sheng, generasi ketiga pemilik toko Lumpia Yang Qing-hua di Taichung mengatakan, ada pelanggan dari Chiayi yang membeli lumpia di tokonya, ia juga membeli mi goreng di tempat lain, karena ia beranggapan makan lumpia harus ada mi goreng.
Lumpia Lin Linang Bing berisi tumisan kubis rasa kari dan taoge dalam jumlah besar.
Taipei
Lumpia Lin Linang Bing, Bubuk Kari Tumis Kubis
Lumpia Lin Linang Bing yang berlokasi di Pasar Yongle, Dadaocheng, telah menjual kulit lumpia dan lumpia sejak tahun 1930. Putri pemilik, Lin Li-yu, menjelaskan, “Pada masa itu proses memasaknya lebih rumit, menggunakan kaldu udang untuk menumis kol dengan bubuk kari. Lumpia juga berisi ikan pipih dan olesan saus hoisin.” Karena Dadaocheng adalah pusat perdagangan, maka bubuk kari impor tumis kubis menjadi ciri khas isi lumpia Lin Linang Bing.
Lin Linang Bing pada suatu masa hanya khusus membuat kulit lumpia saja karena order dari banyak restoran dan katering sudah membeludak, saat ramai-ramainya, omzet penjualan bisa mencapai 120 kg kulit lumpia dalam sehari. Setelah pengelolaan beralih ke Lin Li-yu, usaha ini sempat mengalami masa suram pasar Yongle dan rekonstruksi, dari masa gersang tanpa pengunjung sampai era kebanjiran wisatawan, Lin Li-yu telah mengakumulasi suka duka pengalaman selama 60 tahun, ketebalan kulit lumpia buatannya tetap sama tak berubah, demikian pula kualitas kulit lumpianya yang kenyal dan tidak mudah sobek.

Pengalaman dan kekuatan yang terakumulasi selama 60 tahun, Lin Li-yu memproduksi kulit lumpia yang kenyal dan tahan sobek.
Enam tahun lalu, putra generasi ketiga bernama Fang Zi-hao kembali untuk meneruskan usaha ini dengan menambah menu lumpia baru yang berisi daging merah angkak, telur dadar iris halus, abon ikan, mi tahu pres dan taoge renyah, tak lupa juga ada lobak asin, bubuk nori, dan bubuk kacang tanah. “Kami hanya ingin melestarikan sebuah tradisi,” katanya.
Taichung
Lumpia Yang Qing-hua: Dari Rumput Laut Lokal hingga Nori Jepang
Yang Qing-hua, yang dulunya seorang polisi, mulai berjualan lumpia dengan pikulan pada tahun 1964 untuk menghidupi keluarganya. Awalnya, ia menggunakan rumput laut lokal (hǔtái), ditambah lobak asin, tumisan tahu pres, dan bubuk kacang tanah sebagai isi.
Generasi ketiga penerus usaha ini, Yang Cai-sheng, menjelaskan bahwa rumput laut lokal memiliki rasa manis yang khas, dulu masih bisa ditemukan di daerah pesisir Changhua, tetapi sekarang sudah tidak ada yang jual, sehingga diganti dengan bubuk nori impor dari Jepang.
Dikelola turun-temurun selama 60 tahun, di tangan generasi kedua dan ketiga, sang kakak laki-laki menjadi pembuat kulit lumpia, sedangkan adik laki-laki mengisi lumpia. Setiap pukul enam pagi, mereka mulai membuat adonan tepung, membuat kulit dan menjual kulit lumpia hingga stok habis.

Lumpia dari Yang Qing-hua juga menyediakan pilihan rasa wasabi.
Daging cincang untuk isi Lumpia Yang Qing-hua terbuat dari tumisan udang musim dingin dengan minyak bawang merah. Isi lainnya berupa kubis, tauge, dan wortel yang ditumis bersama. Varian dengan rasa wasabi dibuat menggunakan bubuk biji mustard pedas, selain ada bubuk nori. Cita rasanya hampir tidak pernah berubah agar pelanggan yang membeli sejak kecil hingga dewasa, atau tamu yang kembali dari luar negeri tetap bisa menemukan rasa nostalgia masa lalu.
Tainan
Lumpia Kintoku: Kacang Lima dan Udang
Lumpia kintoku di Pasar Yongle, Tainan, yang sudah beroperasi selama 70 tahun, menarik perhatian Max, seorang turis asal Jerman yang berkunjung ke Taiwan selama sebulan. Ia melihat ada antrean panjang, karena rasa ingin tahu, ia juga membeli satu lumpia. Max mengatakan, “Di Jerman juga ada lumpia musim semi dan panas (summer roll), tetapi ukuran lumpia Kintoku ini adalah yang terbesar yang pernah saya makan. Isinya mengandung banyak sayuran, dan rasanya enak sekali.”
Isi lumpia Kintoku sangat mewah. Kulitnya diolesi dulu dengan sedikit bawang putih tumbuk, lalu bubuk kacang gula sebagai lapisan dasar, kemudian isi lainnya seperti kubis yang ditumis dengan lemak babi dan air, daging pipi babi masak kecap, tahu pres, irisan telur dadar, dan yang paling unik adalah ada isi kacang lima dan udang rebus.
Generasi pertama, Li Jin-de, mulai berjualan di bawah pohon flamboyan di Jalan Yongle (sekarang Jalan Minzu) pada tahun 1954. Awalnya, hanya ada papan dagangan bertuliskan “Lumpia Musim Semi” di asongannya. Saat musim panas, ia mengganti jualannya dengan teh herbal dan teh akar teratai.
Setelah Li Jin-de mengalami kecelakaan dan koma, putra sulungnya, Li Guo-ming, yang bekerja di perusahaan kapal, mengambil alih usaha ini. Ia mengubah bentuk lumpianya, dengan menggunakan selembar kulit lumpia bulat buatan tangan dan dua lembar kulit persegi buatan mesin. Lumpia yang sudah digulung bentuknya seperti ada dua sayap, dipanggang sebentar di atas wajan, memberikan aroma keharuman panggang yang khas sekaligus merekatkan kulitnya.
“Kacang lima, seperti daun ketumbar, mendapat tanggapan beragam dari pelanggan.” Sudah diturunkan hingga penanggung jawab generasi ketiga Lee Yi-yin, awalnya kakeknya hanya menggunakan kacang lima saat musim panen, tetapi ayahnya sangat menyukai aroma kacang lima yang seperti kentang, sehingga menjadikannya bahan wajib. Pelanggan bahkan bisa membayar tambahan NT$10 untuk lebih banyak isian kacang lima.
Setelah sampai pada generasi ketiga, kakak beradik Lee Yi-yin dan Lee Yi-han meluncurkan layanan pengiriman lumpia beku dan membuat rasa isi sesuai order langganan, mirip seperti memesan teh susu boba. Contohnya lumpia isi daging tanpa lemak dengan separuh gula, atau lumpia isi tanpa daun ketumbar dengan banyak gula, lumpia isi tanpa bawang putih dengan kacang lima ekstra NT$10 dan sedikit gula, semua ini adalah nama menu khusus permintaan pelanggan, atau hanya lumpia manis dengan bubuk kacang gula. Mereka juga menjual lumpia manis yang hanya berisi bubuk kacang gula.

Dalam lumpia kintoku ada udang dan kacang lima.
Dari Gunung hingga Laut: Identitas Lokal dalam Lumpia
Seiring dengan migrasi dan variasi bahan lokal, lumpia berkembang dengan karakteristik berbeda. Menurut Chen Ching-yi, penggunaan bubuk nori di lumpia Taiwan berasal dari hǔtái di Xiamen, mengingat Taiwan mendapatkan pengaruh dari kolonialisme Jepang, maka nori Jepang mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat Taiwan.
Beberapa daerah memiliki ciri khas lumpia yang unik. Menurut Chen Ching-yi, lumpia di Quanzhou hampir separuh isi adalah wortel, yang menjadi identitas utama lumpia daerah tersebut. Sementara di Xiamen, lumpia sering ditambahi kacang kapri untuk meningkatkan tekstur renyah, malah ada yang digunting tipis-tipis. Versi modern bahkan menambahkan tiram goreng tepung.
Di Fuzhou, lumpia biasanya berisi daging merah angkak dan banyak tauge, menjadikan tauge sebagai bahan utama.
Di Taiwan, ada lumpia berisi telur goreng renyah untuk mengurangi rasa sepat dari sayuran. Di Melaka, Malaysia, orang Tionghoa menambahkan lemak babi goreng ke dalam lumpia untuk memberikan rasa gurih, mirip dengan penggunaan telur goreng di Taiwan, begitu tutur Chen Ching-yi yang di tahun ini telah menerbitkan buku keduanya tentang kuliner Malaysia “Aku Bilang Hokkien Mi, Kau Bilang Mi Udang”.
“Yang paling unik menurut saya adalah ‘Top Hats Nyonya’ di Penang,” ujar penulis lokal Malaysia, Lin Jin-cheng. Ini adalah varian dari “Popiah” yang mencerminkan keunikan budaya setempat.
Selain itu, ia juga menyinggung bahwa ciri khas lumpia Indonesia terletak pada piring pelengkap yang disajikan di luar lumpia dengan tambahan saus seperti kecap manis, cabai rawit, daun bawang, dan bawang putih tumbuk. Terutama orang Jawa Tengah, yang menyukai rasa manis, akan menambahkan lebih banyak kecap manis ke dalam lumpia mereka.
Lumpia Kintoku Tainan berciri khas menerima pemesanan sesuai permintaan rasa pelanggan, pembeli bisa memesan tingkat kemanisan dan isi bumbu sesuai selera masing-masing.

Max warga negara Jerman (kanan 1) mengatakan, “Lumpia Kintoku adalah lumpia terbesar yang pernah dimakannya seumur hidup.”
Lumpia: Makanan Kebersamaan Keluarga
Makna terbesar dari lumpia adalah proses menyiapkan bahan, membungkus lumpia bersama seluruh anggota keluarga. Tugas anak-anak biasanya membantu melipat kulit lumpia yang masih hangat baru dibeli itu menjadi bentuk kipas.
Namun, Chen Ching-yi menyayangkan bahwa kini banyak keluarga yang berhenti membuat lumpia sendiri karena tidak ada orang yang bisa diajak membuat bersama. Tak bisa dibendung lagi, semakin pudar memori kebersamaan keluarga dan ikatan cinta kasih terhadap kudapan ini. Bagi generasi muda, lumpia Taiwan lebih sering dibandingkan dengan tortilla Meksiko, bagi kawula muda Taiwan keduanya tidak berbeda banyak. Beberapa bahkan tidak tahu cara makannya, mereka menganggap kulit lumpia sebagai alas piring dan menaruh isi sayuran ke atasnya, tetapi mereka tidak tahu bagaimana cara menggulungnya.
“Tradisi menggulung lumpia harus diwariskan kepada generasi berikutnya," tegasnya. Ia bercerita, ada seorang pembacanya memberitahu, keluarga suku Hakka yang tidak memiliki tradisi makan lumpia, tetapi ia bisa menjadi generasi pertama suku Hakka yang makan lumpia, dan akan membuat kreasi isi baru. Pembacanya itu membuat isi lumpia dari remasan camilan Peacock Crispy Cracker yang renyah dan sedap menciptakan isian baru rasa gurih asin dan renyah, mirip dengan kebiasaan masyarakat Ipoh, Malaysia, yang menggulung kerupuk udang remasan ke dalam lumpia mereka, rasanya ada aroma udang yang asin dan renyah.
Seperti kata Chen Ching-yi, “Lumpia adalah silsilah tanpa tulisan.” Lewat lumpia, kita bisa membangun identitas dan ciri khas keluarga. Mari gulung satu lumpia, bungkus makanan khas lokal, dan eratkan hubungan antar manusia.
Lumpia Kintoku seperti lumpia bersayap, dipanaskan di atas wajan menciptakan aroma panggang yang khas.






