Dahulu didiskriminasi, sekarang kami yang mengajar anda memasak
Dengan latar belakang lulusan Sekolah Kejuruan, Sun Li’an yang berasal dari Thailand, datang ke Taiwan dan tinggal bersama saudaranya saat berusia 24 tahun. Awalnya dia ingin melanjutkan studi di Taiwan. “Saya masih bawa kamus Bahasa Inggris yang tebal!”, berpikir bahasa Inggris dapat memperbaiki keadaan, ternyata jauh dari yang dibayangkan. Sun yang tidak mengerti bahasa Mandarin satu katapun mulai sambil bekerja sambil belajar di sekolah bahasa. Ketika ditanya bagaimana mengenal suami yang dinikahi ini? Sambil berguyon dia mengatakan, “Karena dia adalah penguntit!”. Sambil tersenyum dia mengatakan, mereka dikenalkan oleh teman dan setelah 1 tahun, dia berpikir, “Ya sudah, toh dia begitu cinta padaku”, oleh karena itu ia bersedia menikah dengannya, sekarang mereka sudah memiliki sepasang anak laki-laki dan perempuan.
Kehidupan berkeluarga yang indah ini, pada awalnya sulit dilalui. Sun Li’an mengatakan, ibu mertuanya selalu menyalahkannya, mertuanya sering berkata, “Aku hanya melahirkan anakku, tidak termasuk menantu”, sang mertua juga sering berprasangka kalau Sun mencuri uang atau kabur dari rumah. Namun dengan optimis dia berkata, “Aku tidak tahu orang lain dapat terluka berapa lama, namun ketika saya sakit hati, dengan menangis semuanya langsung lepas! Aku hanya berharap hari esok dapat lebih baik”, seiring berjalannya waktu, kesabaran Sun pasti akan mendapat imbalan. Dia teringat ketika ibu mertuanya sakit dan harus tinggal di rumah sakit, waktu itu dia menitipkan buku tabungan dan meminta tolong pada Sun agar disimpan baik-baik. Pada saat itulah ia menyadari bahwa ibu mertunya telah menerima Sun.
Namun pada 1 dekade pertama di Taiwan, Sun seperti terisolasi, ia menuruti kata-kata keluarganya, jika bukan di rumah mengurus keluarga, pasti ada di pabrik bekerja sambilan. Hidupnya hanya di dua tempat ini tanpa ada ruang pribadi dan hanya mempunyai beberapa teman saja. Hingga pada 9 tahun lalu dia mulai kenal dengan Zhao Pei-yu, seorang guru Asosiasi Pengembangan kawasan Lixin Zhongli, Taoyuan, yang melayani perkumpulan wanita imigran baru bernama “Hui Zhi Lan Xin”. Sun mulai ikut dalam kegiatan dan mulai berinteraksi dengan orang-orang bahkan berhasil meraih juara 2 pidato bahasa Mandarin, membuat Sun semakin percaya diri. Dia mengatakan, Zhao mengajarkannya banyak hal, “Hidup ku tidak boleh hanya di rumah saja dan lupa akan jati diri.”
Sun menyadari, saat menjaga keluarganya ia masih bisa melakukan hal yang disukai, ia pun mulai mengikuti berbagai kelas. Ia yang sangat tertarik dengan kosmetik mengatakan, “Titik balik hidupnya dimulai pada usia 40 tahun!” Tanpa memikirkan pandangan keluarganya, dia mulai bekerja di perushaan kosmetik dengan sepenuh hati. “Kantor akan mendidik orang baru, saya mendapat banyak penghargaan dan pendapatan yang lumayan, pada saat itulah keluarga saya baru mulai memandang saya”, tutur Sun. Ia menambahkan, “Saya pernah meraih penjualan terbaik nomor 1 se-Taiwan, bisnis dengan teman-teman Thailand saja sudah membuatku sangat sibuk.”
Setelah mempunyai kemampuan ekonomi, Sun pun berhak untuk memberi pendapat atas pendidikan anak-anaknya. Sun mengatakan, bahasa ibu saat kecil tidak penting bagi mereka. Namun sikapnya berubah beberapa tahun belakangan ini. Karena pemerintah mulai mempromosikan bahasa ibu di sekolah-sekolah, dan anak-anak mulai menyadari, bahwa menguasai sebuah bahasa asing adalah suatu kelebihan. Putranya yang paling besar, kuliah di jurusan pariwisata, dimana bahasa ibu sangat penting. Sambil tertawa, Sun mengatakan anaknya sekarang sangat terbuka, “Putraku sekarang berani mengatakan kalau dia blasteran!” dan kedua anaknya sekarang semangat ingin belajar bahasa Thailand, bahkan berinisiatif untuk menggunakan bahasa Thailand dengan Sun. Dan pada kelas bimbingan di SD ini, kedua anak Sun juga hadir.
Ketika hidup ini mengecewakan, dia pernah berpikir, “Tidak datang ke Taiwan, mungkin hidupnya akan lebih baik!” Sekarang keluarga Sun lebih bahagia, anak-anak pun telah menjadi telah menjadi dewasa, Sun juga masih berkesempatan melakukan hal yang disukai, ia tak menyangka bisa merasakan kebahagiaan seperti ini . Sun mengatakan, perjalanannya sampai hari ini, mulai dari diskriminasi, terpaksa menerima, hingga dihormati dan dapat mengaku bahwa dirinya telah menjadi bagian dari Taiwan, semua hal ini membuatnya merasa sangat puas.
Di rumah, Sun memasak masakan Thailand. Sambil tersenyum dia mengatakan keluarganya sangat suka Pad ka-prao, kari hijau dan hidangan penutup, puding tapioka. Dengan tertawa dia mengatakan, “Mereka sangat suka”. Karena kemahiran masaknya, berat badan suaminya yang pada awalnya hanya 80 kg, sekarang menjadi 100 kg. Jika kembali melihat masa lalu, Sun mengatakan, “Saya rasa sekarang sudah tidak ada perbedaan antara kita. Saat saya katakan saya adalah orang Thailand, orang Taiwan bersedia menerima kami, malah terkadang diminta untuk mengajarkan mereka cara memasak. Ini sangat jauh berbeda dengan masa lalu!”
Hubungan bahagia Sun Li’an bersama putranya Sun Yongan dan putrinya Sun Yongshan. Pada akhir pekan, mereka membantu ibunya ke kelas pelajaran bahasa dan budaya Thailand.