Bubur Polos dengan Lauk Pauk Adalah Memori Kebudayaan
Pada masyarakat agraris, beras adalah produk komersial sehingga mengonsumsinya harus hemat, oleh karena itu campuran beras, ubi, tanaman biji-bijian untuk dimasak menjadi bubur merupakan makanan yang kerap ditemukan di masa lalu. Chen Yu-jen, profesor jurusan Sastra dan Bahasa Taiwanese dari National Taiwan Normal University (NTNU) yang ahli dalam bidang budaya makanan Taiwan menyampaikan, proporsi penggunaan nasi dan ubi menunjukkan situasi perekonomian keluarga tersebut. “Nasi adalah makanan pokok, tetapi seberapa kental bubur dan kapan mengonsumsinya, semua ini berkaitan erat dengan tingkatan sosial, faktor ekonomi dan profesi,” jelas Chen.
Makan makanan gunung saat berada di gunung, makan makanan laut saat berada di laut. Bubur polos yang hambar pun dipadukan dengan lauk pauk pendamping yang biasanya didapat dari bahan makanan lokal, seperti sayur mayur yang ditanam sendiri di rumah atau sayur yang dijadikan acar, dan di kawasan pesisir ada pula ikan, udang, kerang dan bahan lainnya yang diasinkan untuk dijadikan “kiâm-kê”, atau ikan yang dikeringkan. Makanan yang diasinkan ini selain dapat disantap langsung, juga dapat diolah dan dimasak dengan bahan lainnya, seperti tiram dengan kacang kedelai yang difermentasi, tsai bo neng dan lainnya, semuanya adalah hidangan rumahan yang terbuat dari bahan makanan yang diacarkan.
Kebiasaan makan seperti ini sudah memasuki restoran sejak era tahun 1960-an, dan berkembang menjadi bubur polos dengan lauk pauk seperti yang kita kenal sekarang ini. Klub malam berkembang menjadi tempat menjamu relasi bisnis pada era tahun 1960-an, setelah minum arak atau makan besar, orang-orang ingin menyantap makanan yang hambar agar lambung dapat beristirahat, oleh karena itu restoran bubur polos dengan lauk pauk mulai bangkit.
Seiring dengan semakin berkembangnya klub malam di era tahun 1970-an, pasar bubur polos dengan lauk pauk juga turut menyebar luas. Perekonomian klub malam yang berkembang pesat, banyak orang yang menjamu relasi dan membicarakan bisnis, permintaan terus bertambah, sehingga banyak hotel, restoran barat dan lainnya, yang menjual steik sapi atau spageti di siang hari, juga ikut menjual bubur polos dengan lauk pauk di malam hari. Chen Yu-jen mengumpamakan, bagaikan kisah Cinderella, begitu lonceng menunjukkan pukul 12 malam berbunyi, maka semua restoran mengubah dirinya menjadi restoran bubur polos dengan lauk pauk.
Chen Yu-jen menyampaikan, seiring dengan meningkatnya proporsi keluarga Taiwan yang makan di luar dari hari ke hari, restoran yang menyajikan masakan rumahan bubur polos dengan lauk pauk menjadi salah satu menu pilihan. Juga karena pertumbuhan ekonomi, anggaran belanja makan pelanggan pun turut meningkat, restoran bubur polos dengan lauk pauk mulai menambahkan hidangan khas dan masakan unik, dengan menggunakan berbagai ragam makanan laut atau bahan-bahan berkualitas tinggi untuk memberikan kepuasan jamuan makan masyarakat, menu hidangan juga semakin lezat, secara bertahap berubah menjadi restoran kontemporer Taiwan.