Kau Kubawa Pulang ke Hualien
Jelajah Sastra Penyair Yang Mu
Penulis‧Esther Tseng Foto‧Chuang Kung-ju Penerjemah‧Maria Sukamto
Oktober 2023
Yang Mu(1940~2020)
Penyair dilahirkan di Hualien, nama asli Wang Jing Xian. Karya di masa SMP menggunakan nama Yeh Shan, setelah 1972 diubah menjadi Yang Mu, jumlah total semua karya puisi dan esai di atas 50 macam. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa seperti Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Swedia dan lain-lain. Menjadi salah satu patokan penting sastra Taiwan di mata dunia internasional. Ia seorang penyair, penulis esai, penerjemah dan komentator, serta editor, sepanjang masa hidupnya menerima banyak penghargaan. Nils Göran David Malmqvist juri karya sastra dalam penghargaan Nobel pernah mengatakan Yang Mu adalah penyair Tionghoa yang paling berharapan menerima Hadiah Nobel.(Foto: Cooper Chen)
「但知每一片波浪都從花蓮開始。」
~楊牧〈瓶中稿〉
被稱為「博學詩人」的楊牧,大半的生涯分別在太平洋海濱旁的花蓮與西雅圖度過,1974年他在西雅圖寫〈瓶中稿〉,眺望西邊的落日和潮水,那方向及聲音正是指向他的家鄉,「但知每一片波浪都從花蓮開始」。花蓮是楊牧文學中一個重要的隱喻,讀楊牧的詩可以看到花蓮的風景。
“Yang kutahu setiap debur ombak bermula dari Hualien.”Yang Mu (Manuskrip Dalam Sebuah Botol)
Yang Mu mendapatkan julukan “penyair bertalenta”, ia menghabiskan sebagian besar masa hidupnya dengan bermondar-mandir antara Hualien dan Seattle yang berada di sepanjang pesisir lautan Pasifik. “Manuskrip Dalam Sebuah Botol” yang ditulis di Seattle pada 1974, memandang jauh ke barat tempat matahari terbenam dan riak air laut, arah dan suara itu tertuju pada kampung halamannya, “Yang kutahu setiap debur ombak bermula dari Hualien”. Hualien adalah sebuah metafora penting dalam karya sastra Yang Mu, dengan membaca syair Yang Mu, kita bisa menikmati pemandangan Hualien.
Dari arah lembah Muguaxi akan terlihat puncak utara gunung Qilai. (Foto: Tsui Tsu-hsi)
“Kenangan Gunung Qilai” memuat semua kenangan dan perasaan Yang Mu terhadap Hualien.
Nutrisi dari Kampung Halaman
Pengarang Xi Xi beranggapan, kalau ingin mengenal Taiwan, ia bisa menjajakinya melalui karya-karya sastra, film...., sedangkan mengenal Hualien secara tepat, adalah membaca syair dan esai karya Yang Mu yang ditulis selama sekian tahun, membuatnya mengenal keromantisan Hualien, menurut Xi Xi, “Yang Mu pasti menjadi kebanggaan warga Hualien.”
Memang benar, Yang Mu pernah mengatakan “Hualien adalah senjata rahasia saya.” Kepala Perpustakaan Yang Mu di National Dong Hua University (NDHU) Hsu Yu-fang menginterpretasikannya sebagai suatu kekhasan citra sastra Yang Mu, “Yang Mu menjadi seorang penyair karena mendapatkan curahan inspirasi dari Hualien, dan juga menjadi lumbung rahasia romansa dalam lubuk hatinya.”
Banyak judul puisi topografis Yang Mu menggunakan nama-nama tempat di Hualien. Salah seorang anak didik Yang Mu yang sangat berprestasi, bernama Tseng Chen-chen, sekarang menjadi Dekan Fakultas Pasca Sarjana Creative Writing and English Literature di NDHU. Tseng berpendapat, ini adalah sebuah keunikan tersendiri dalam penyampaian topografis tentang Taiwan ala Yang Mu. Mari kita menjelajahi Hualien melalui sebuah karya sastra Yang Mu “Kau Kubawa Pulang ke Hualien” yang dijadikan lirik lagu nyanyian Yang Xian.
Mari kita menerjuni ngarai subur dan hijau ini
Di sinilah kampung halamanku
.....
Pucuk tertinggi ditandai dengan garis salju putih kemilau
Rata-rata suhu 16 derajat celsius pada bulan Januari
Di bulan Juli suhu rata-rata berkisar 28 derajat
Dengan curah hujan 3000 mm
Musim dingin bertiuplah angin timur laut
Musim panas angin barat daya akan datang menjenguk
Sumber daya alam tak terlalu banyak
Tapi cukuplah untuk sesuap nasi
Mari kita menerjuni ngarai subur dengan tanaman ini
Menyaksikan ketakjuban mitos sang pencipta
……
Bekerja lah
Menguak lahan yang hangat ini
.......
Mari kita menerjuni ngarai yang subur ini
Inilah kampung halaman kita
Yang Mu (“Kau Kubawa Pulang ke Hualien”) (1975)
Titik Awal Jelajah Sastra: Ngarai Taroko
Kumelihat ke bawah ke tempat bercumbunya gunung dan sungai
Awan adalah jubah terurai yang menari, mata air berderai di celah batu
Sinar mentari menembus selimut dingin menerangi dikau yang berbaring
Begitu sering terusik oleh jejak bayangan tebing
Bebatuan cerah tertimpa gemilap rumput yang berbalut air
Seolah menuntun aku dalam derap kelana panjang
Melintasi segala aral rintangan
Untuk begitu dekat denganmu
Yang Mu ( Melihat ke Bawah─Sungai Liwu 1983)
Pernah disinggung oleh Tseng Chen-chen, “Melihat ke Bawah” adalah karya Yang Mu ketika berkunjung lagi ke sungai Liwu di masa ia kembali ke Taiwan untuk kedua kalinya menjadi dosen tamu di fakultas bahasa asing di National Taiwan University, “Dewi dalam puisi sungai Liwu sebenarnya adalah jelmaan Musai sang penyair.”
Shiu Wen-wei wakil dekan Fakultas Liberal Arts National Taiwan Normal University yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Riset Sastra Yang Mu, beranggapan “Ini adalah kreasi mitos tentang kampung halaman Yang Mu yang dikunjungi kembali di usia paruh bayanya, puisi akbar penuh gelora romansa keindahan alam semesta diperuntukkan permukiman dan kelompok etnis ini.”
Di Swallow Grotto ngarai Taroko terdapat batu marmer yang paling tua di Taiwan, sambil membaca puisi Yang Mu, dengan memandang ke bawah menelusuri keindahan ngarai, dan aliran air sungai yang jernih berkilau, maka Anda akan memperoleh pengertian dan wawasan yang baru atas keakbaran alam.
Yang Mu menilik ngarai Taroko, melahirkan puisi “Melihat ke Bawah─Sungai Liwu 1983”.
Buku “Gunung Angin Laut Hujan” menuliskan Yang Mu ketika berumur 3 - 4 tahun, pindah ke rumah kediaman lama di jalan Nanjing No. 91 kota Hualien, rumah lama telah pindah tangan berkali-kali, terkunci rapat pada hari-hari biasa.
Jelajah Sastra 2: Qixingtan
Suara gemercik air telah menutupi
Warna waktu
Membelakangi paduan tak terduga itu
Sedikit serpihan halus, di celah gunung dan bayangan awan
bertumpukan —— aku berpaling
Menyambut samudra, mendengarkan bisikanmu
Tentang ilusi memori yang tak sempat kau utarakan.
Yang Mu “Qixingtan” (1966)
Liukan pesisir teluk indah di Qixingtan tercipta oleh geseran tektonik patahan lempeng bumi, wisatawan dapat bermain ombak beralas kerakal-kerakal, menikmati suara ombak di pantai pasir kerakal, sambil membaca “Qixingtan” karya Yang Mu, menghayati alunan perasaan penyair dalam nuansa alam.
Syair ini ada dalam buku kumpulan puisi “Proposisi Waktu” yang ditulis Yang Mu di usia 56 tahun. Menurut Shiu Wen-wei, Yang Mu sangat menyukai Qixingtan, ia bermeditasi menikmati suara ombak, menyaksikan jaring ikan yang sedang beristirahat di permukaan air, melihat sampan yang berlabuh dan berlayar pergi, memandang matahari terbenam dan bulan yang mulai beranjak naik.
Jelajah Sastra 3:Rumah Kediaman Yang Mu
Kalau berwisata ke Hualien, jangan lewatkan untuk mendatangi “Jiu Shu Pu Zi /Toko Buku Lawas” yang beralamat di jalan Guangfu no. 57, alamat lama jalan Jie Yue no.8 adalah pabrik percetakan Dong Yi yang dibuka Yang Shui Sheng, ayah Yang Mu. Buku kumpulan puisi Yang Mu pertama “Tepian Air” dicetak di sini, dan merupakan markah sastra penting bagi pencinta buku di Hualien.
Sekolah Menengah Hualien di mana Yang Mu menimba ilmu adalah tempat baginya untuk mulai mencurahkan setiap karya sastra, dan dalam benak Yang Mu, itu adalah “sekolah terindah”. Ketika berkunjung ke asrama Sekolah Menengah Hualien dan bekas kediaman Guo Zi-jiu yang memiliki bangunan arsitektur bergaya Jepang yang terletak di tengah gang yang hening, seperti tengah menelusuri unsur kebudayaan yang tetap dilestarikan selama bertahun-tahun.
Dalam puisi Yang Mu “Shapodang” ada dukun wanita, bajing terbang dan kucing gunung. Wisatawan yang bermain di pinggir sungai ada baiknya untuk bernostalgia nuansa alam yang asli.
Jelajah Sastra 4: Sungai Shapodang
Seekor kadal sedang bernapas di bawah sinar bintang
Air sungai mulai pasang perlahan, yang segera
Menggenangi jari depan, jari belakang yang dingin dan kaku
Dalam sisa kehangatan pelukan bintang Sirius
Ekor terbasahi, dan hanya tinggal
Pucuk lidah panjangnya, bagai api iblis
Bergetar halus dalam penerangan yang melankolis
Bergelora cemerlang dalam alam mimpi kita
Yang Mu “Shapodang” (2003)
Yang Mu pernah menuturkan, ia sering bersepeda ke Shapodang di masa kecil, bermain air di tepi sungai, sebuah tempat ideal untuk melepaskan kegerahan di musim panas. Beranjak mendekati Shapodang yang menjadi tempat rahasia orang Hualien, terbentang di hadapan mata, Hualien berada dalam pelukan hijau pegunungan sentral.
Shiu Wen-wei berpendapat, Yang Mu dalam syairnya mencatat sejarah pembantaian atas suku Sakizaya dan adat budaya suku Amis, diakhiri dengan ramalan I ching. Yang Mu menggunakan syair sebagai saksi atas sejarah yang tak tercatat.
Yang Mu sangat menyukai berjalan di atas koridor penghubung fakultas sastra di lantai 2 NDHU.
Jelajah Sastra 5:Gunung Qilai, Jembatan Muguaxi
Jika Anda berada di Hulien, hanya dengan menengadahkan kepala, maka sudah dapat melihat gunung Mugua, kalau ingin melihat gunung Qilai, Anda bisa menelusuri provincial highway no.9 menuju arah selatan, lalu melintasi jembatan Muguaxi, dan jika udara bersahabat, dari arah lembah Muguaxi akan terlihat puncak utara gunung Qilai.
Shiu Wen-wei mengutip “Proposisi Waktu”, Yang Mu yang semula sangat antusias bersemangat membentuk fakultas sastra di Hongkong University of Science and Technology, akhirnya pulang ke Taiwan dengan penuh rasa frustrasi, dalam puisi “Menengadah” tercantum isi syair ‘walau kedua kakiku terpaku tak bisa ke sana, tidaklah kau juga mau untuk datang’. Syair ini mengekspresikan perasaan kaum intelek ketika menghadapi kritikan dan tekanan dari berbagai arah, tetapi dalam bait syairnya dikatakan ketegaran gunung Qilai dan gunung Mugua akan menenteramkan gejolak hati sang penyair.
Gunung tegar bergeming, selalu saja
dengan setia dalam diam terus menggoda
hatiku yang membara, aku mendengar suara gaung
bak riak ombak, ketika aku terduduk dalam alam ingatan
keheningan tiada tara dan rasa sesal yang setara, menengadah
melihat keabadian
Yang Mu “Menengadah ── gunung Mugua 1995”
Perpustakaan Yang Mu yang dibuka untuk umum berada dalam gedung perpustakaan NDHU.
Titik final Jelajah Sastra: Perpustakaan Yang Mu di NDHU
Pada 1995 Yang Mu kembali ke Taiwan setelah mengajar selama 30 tahun di Amerika, ia membantu NDHU membentuk College of Humanities and Social Science. Fakultas pasca sarjana Creative Writing ( MFA degree) yang didirikan Yang Mu, melakukan terobosan pertama di Taiwan, menerapkan sistem residensial pengarang di kampus, dengan mengundang para pengarang seperti Ya Xian, Huang Chun-ming dan lainnya menjadi pengarang residensial, mengibaskan tren baru dosen dan mahasiswa berkreasi secara bersama.
Yang Mu suka melewati koridor penghubung fakultas sastra di lantai dua, untuk masuk ke ruang kerjanya yaitu kantor dekan yang minimalis dan bersih tak berdebu sedikit pun, karena jarang ada orang yang menggunakan koridor tersebut hanya Yang Mu seorang saja, maka para mahasiswa dan staf serentak menjuluki nuansa itu sebagai “Panorama Dong Hua”, demikian disampaikan Hsu Yu-fang sambil tertawa. Pembaca bisa melihat puisi Yang Mu “Kelinci ─ Yang Terlihat di NDHU 20 Juli”, syairnya menuliskan kelinci liar, ayam pegar menjadi 3 pusaka kampus NDHU.
Pembaca juga bisa mengunjungi perpustakaan Yang Mu yang berada di dalam gedung perpustakaan NDHU, di sana tersedia ruangan untuk umum, dengan memamerkan skrip tangan, hasil karya, buku koleksi dan mesin tik bekas Yang Mu, juga buku kumpulan puisi pertama Yang Mu berjudul “Tepian Air” yang sudah tidak diterbitkan lagi.
Yang Mu menghabiskan masa tuanya di Taiwan, ia mulai aktif menulis sejak usia 16 tahun hingga 76 tahun, “Fenomena Yang Mu” menurut banyak pengarang sangat sulit untuk disamai, atau dikalahkan, seperti halnya dengan pamor T.S Eliot dalam dunia sastra Inggris dan Amerika. Para periset juga menemukan banyak topik tentang Yang Mu yang patut dijajaki dan dipublikasi. Melalui jelajah sastra ini, kita kembali membaca Yang Mu.
Perpustakaan Yang Mu memamerkan skrip tangan, mesin tik bekas, hasil karya dan koleksi buku Yang Mu.